Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Fenomena Paslon Tunggal yang Meningkat

1 November 2020   08:39 Diperbarui: 1 November 2020   08:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Kompas.com

Selain itu, oligarki juga akan memunculkan "kerajaan kecil" atau dinasti keluarga di daerah. Politik dinasti keluarga inilah bertentangan dengan esensi moralitas yang mampu menyikirkan prinsip "the rights man on the right place".

Persentase 10,37% atau 28 paslon tunggal dalam pilkada kali ini menunjukkan demokrasi sedang sakit. Melihat pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada), yang namanya pemilihan berarti menyodorkan masyarakat kepada bermacam-macam pilihan calon pemimpin daerah atau lebih dari satu paslon. 

Dengan demikian, ketika masyarakat disodorkan paslon tunggal melawan kotak kosong, maka yang terjadi adalah keterpaksaan memilih paslon tunggal yang hampir mutlak menang. 

Kecuali contoh kasus yang terjadi di pilkada Makassar yang dimenangkan kotak kosong, yang didefinisikan oleh sebagian ahli sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap parpol.

Sementara di sisi lain, paslon tunggal yang memenagkan kontestasi pilkada melawan kotak kosong akan menciderai kualitas demokrasi. Kehidupan pemerintahannya akan berjalan searah tanpa oposisi karena semua adalah koalisi. 

Padahal, oposisi berfungsi sebagai pengawasan dan penyeimbangan (check and balance) dalam pemerintahan. Kemungkinan terbesarnya adalah pemerintah akan beroposisi dengan rakyat secara langsung. 

Sedangkan dilihat dari kekuatannya, sudah pasti rakyat akan dikibuli oleh pemeritah. Padahal, salah satu fungsi parpol sebagai jembatan antara rakyat dengan pemerintah. 

Oposisi bukanlah musuh koalisi melainkan partner yang siap memberikan peringatan manakala ada kebijakan dll yang tidak memihak kepada rakyat atau menyalahi undang-undang dan konstitusi, begitupun sebaliknya. Singkat kata, paslon tunggal hanya akan melahirkan kediktatoran bersama terhadap rakyat.

Parpol merupakan pintu gerbang persyaratan pendaftaran bapaslon kepala daerah. Tugas yang mesti dilakukan parpol adalah menyiapkan orang-orang yang akan memimpin di daerah. 

Kalau kita belihat dari banyaknya paslon tunggal dalam pilkada kali ini, berarti fungsi kaderisasi dalam tubuh parpol sendiri tidak berfungsi dengan baik. Maka, parpol pragmatis ingin menang secara instan adalah benar adanya. Sedangkan calon independen/perseorangan terlalu sukar untuk berkontestasi lantaran persyaratan memperoleh dukungan masyarakat terlalu berat.

Untuk menghindari munculnya paslon tunggal: Pertama, syarat pencalonan paslon perseorangan harus dipermudah. Setidaknya dikembalikan pada UU No. 12 tahun 2008 yaitu sejumlah 3% dari jumlah penduduk daerah yang besar dan 6% dari jumlah penduduk daerah yang kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun