Wiyono yang termasuk sepuh (61), meyakini penularan Covid-19 dapat dicegah apabila petugas kesehatan yang bertugas saat Pilkada bisa mendeteksi dini dengan mengecek suhu tubuh para calon pemilih. Selain itu, setting waktu pemungutan suara bisa diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi kerumunan saat pemungutan suara.
Senada dengan Wiyono, warga Desa Jaten, Kecamatan Selogiri, Rusdiyanto juga menilai penundaan pilkada justru membuat penanganan Covid-19 kurang optimal.
Ia menganggap pilkada lebih baik digelar sesuai jadwal dengan catatan perlu pemetaan zona risiko penularan Covid-19 terlebih dahulu. Peta itu sebagai pedoman pelaksanaan tahapan kampanye hingga pemungutan suara.
Misalnya, kata Rusdiyanto, zona hijau, kuning, merah atau lainnya. Jadi, penyelenggara akan tahu apa yang harus dilakukan," kata Rusdiyanto.
Wiyono dan Rusdiyanto juga bagian dari warga Indonesia yang menaruh harapan besar terhadap Pesta Demokrasi lokal yang bernama Pilkada. Hal itu mengingat kekhawatiran akan pelaksana tugas (Plt) kepala daerah yang tak bisa optimal menangani Covid-19 lantaran kewenangannya terbatas berbeda dengan kewengan kepala daerah definitif.Â
Ditambah lagi saat ini masa jabatan kepala daerah akan segera berakhir. Menurut keduanya, lebih baik tetap digelar 9 Desember agar paslon terpilih bisa segera dilantik. Dengan begitu kepala daerah bisa langsung fokus menangani Covid-19.
Penulis optimistis, jika 106 juta pemilih sebagian besar memiliki pemikiran yang sama dengan Wiyono dan Rusdiyanto, serta harapan yang tentu sama dari Pemerintah, DPR, Penyelenggara Pemilu, dan tentu saja harapan kita semua agar Pilkada tidak menjadi kluster penyebaran Covid-19,Â
Untuk itulah, sehingga partisipasi pemilih tinggi dan pemerintah daerah yang terbentuk hasil dari Pilkada 2020 bisa optimal menangani Covid-19 dan dampak sosial ekonominya.