Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Dibutuhkan Ketegasan untuk Menindak Pelanggaran Pilkada

21 September 2020   23:57 Diperbarui: 22 September 2020   00:39 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada serentak Desember 2020 menghadapi sejumlah tantangan. Hal yang paling krusial, yaitu mengenai penanganan pelanggaran, termasuk dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan. Regulasi pun perlu dimutakhirkan, terutama pengawasan dan penindakannya.

Karena dalam Pilkada menjadi kompleks secara in absentia atau penanganan perkara tanpa dihadiri tergugat. Hal ini tampak terlihat dari UU No.10/2016 tentang Pilkada.

Dalam memeriksa kasus Pilkada, pengumpulan alat bukti tidak selalu mudah. Karena harus melibatkan sejumlah pihak terkait, dan barang bukti seperti alat peraga kampaye maupun dugaan pelanggaran tentu perlu dihadirkan secara fisik ke Bawaslu. Upaya ini terkedala karena wabah korona membuat sebagian orang khawatir terjangkit virus tersebut.

Untuk itu, peran Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung sebagai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) perlu dimaksimalkan. Sedangkan waktu yang dimiliki untuk memeriksa pengaduan ke tahap selanjutnya tidak terlalu panjang; Bawaslu hanya punya waktu 5 hari kerja, Polri 14 hari, dan kejaksaan 5 hari untuk meneruskan kasus tertentu.

Maka Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis akan mengganjar jajarannya dengan reward atau penghargaan apabila berhasil mengawal dengan sukses Pilkada melalui Sentra Gakkumdu.

Tugas berat pemerintah bagaimana memastikan tidak terjadinya masalah yang biasa mewarnai perhelatan Pilkada, mulai dari kampanye hitam bernuansa SARA, politik uang, potensi pengerahan ASN demi kepentingan politik praktis.

Belum lagi ada peluang bansos dipolitisir untuk mendulang suara.  Yang terakhir, sempat viral, bupati yang memasang foto wajah mereka pada kemasan bansos  korona. Bukan mustahil hal sejenis akan terulang di masa kampanye.

Tindakan tersebut dapat dikategorikan 'kampanye terselubung' dan masuk pelanggaran pidana pemilu, sebagaimana Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada. Ancamannya bisa sanksi pidana sepanjang merugikan paslon lain.

Merujuk aturan yang ada, jika sebelum seseorang resmi ditetapkan sebagai paslon sudah terbilang melanggar. Terlebih menggunakan program kerja pemerintah. Tampaknya, banyak kepala daerah yang mencuri start berkampanye meskipun belum resmi menjadi paslon yang baru akan ditetapkan pada bulan ini.

Sejumlah kepala daerah yang memasang fotonya pada paket bansos sebelum penetapan paslon, di antaranya: klaten, Pesawaran, Way Kanan, Pangandaran, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Jember dan Sumenep. Tampang mereka, tertempel pada sembako yang berisikan beras, minyak, gula, dan lainya. Artinya, ada dugaan bansos dimanfaatkan untuk sosialisasi, pencitraaan dan mendongkrak elektoral.

Selain itu, ujian berikutnya bagaimana menegakan pelanggar protokol kesehatan yang berisiko menjadi kluster baru korona. Sebab menurut data terkini Satgas Penanganan Covid-19, September 2020 ini, dari 9 pemilihan gubernur/wakil dan 261 pilkada di kabupaten/kota, terpantau terdapat 22 daerah yang masih berisiko tinggi dari penyebaran korona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun