Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menyoal Independensi ASN dalam Pilkada 2020

16 September 2020   17:46 Diperbarui: 16 September 2020   17:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ASN- Istimewa

Pada masa itu, lahir berbagai kebijakan dalam rangka Terbinanya PNS atau ASN , diantaranya dikenal dengan istilah monoloyalitas. Nyatanya pada tataran implementasi, hal ini dimaknai sebagai loyal kepada Golkar sebagai Partai Politik penguasa, bukan kepada Negara atau pemerintah.

Hal ini sejalan dengan kebijakan depolitisasi, deideologisasi dan deparpolisasi yang gencar dilakukan pemerintah saat itu. Tidak diragukan lagi, dalam enam kali pemilu sejak tahun 1971 sebagai pemilu pertama di era pemerintahan Orde Baru sampai dengan pemilu tahun 1997, Golkar selalu tampil sebagai pemenang telak. 

Seiring dengan itu, banyak juga yang mencicipi nikmatnya masa itu, khususnya para PNS atau ASN yang terpilih sebagai anggota parlemen (DPR, DPRD) dengan tidak kehilangan status dan hak-haknya sebagai PNS atau ASN istilah pada masa ini. 

Dengan demikian lebih dari tiga dasawarsa benar-benar menikmati berbagai previlege, yang semakin memperkokoh keberadaan dirinya sebagai aktor utama dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga tidak dapat memberikan pelayanan terbaik di dalam masyarakat.

Mengingat peristiwa kelam yang mencederai asas demokrasi yang pernah terjadi di Negeri kita, tentu pada akhirnya kita sebagai masyarakat perlu merenungkan serta mengevaluasi sistem yang pernah ada di dalam demokrasi Indonesia. 

Sudah saatnya dan juga sudah semestinya dalam perayaan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan serentak pada tahun 2020 di 9 Desember mendatang tidak terjadi kembali peristwa akan pencederaan makna demokrasi yang pernah ada. 

Dengan peran PNS atau ASN yang sudah seharusnya menjungjung tinggi asas netralitas atau independensi kepada semuanya menegaskan pentingnya netralitas independensi PNS/ASN ini diwujudkan untuk demokratisasi dalam kehidupan bernegara. 

Dalam kaitan ini perlu disebut bahwa untuk kali pertama, terma "netralitas" termaktub dalam Pasal (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Hal ini mengubah secara mendasar Jati Diri PNS/ASN sebagai aparatur negara. 

Karena dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian sebagai undang-undang yang diubahnya, dan yang telah menjadi payung hukum yang nyaman bagi PNS masa itu, sama sekali tidak dikenal terma Netralitas atau Indpendensi ini.

Melalui peraturan perundangundangan yang lahir kemudian, khususnya yang terkait dengan atau mengatur tentang kepegawainegerian, pemilu, pilkada dan pemerintahan daerah, hal ini ditata ulang. Sebagai contoh, beberapa diantaranya dapat disebut antara lain sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Ketentuan Pasal 64 antara lain menyebutkan bahwa calon anggota DPD dari PNS harus mengundurkan diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun