Mohon tunggu...
Reza Fahlevi
Reza Fahlevi Mohon Tunggu... Jurnalis - Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

"Bebek Berjalan Berbondong-bondong, Elang Terbang Sendirian"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Libatkan Partisipasi Masyarakat, Gotong Royong Hadapi Covid-19

9 April 2020   10:56 Diperbarui: 9 April 2020   11:10 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto KOMPAS.COM/IRWAN NUGRAHA - Dua desa di Kabupaten Tasikmalaya, Cisayong dan Rajapolah menerapkan karantina mandiri demi mencegah pemudik masuk asal zona merah corona dengan penjagaan ketat setiap jalan akses masuk kedua wilayah itu, Selasa (2/4/2020).

Pemerintah juga tidak akan lepas tangan begitu saja. Dengan kebijakan dan anggaran yang dimiliki negara, ditambah dengan memperkuat pemahaman warga, menggerakkan komunitas relawan, serta gotong royong bersama bahu membahu melawan Covid-19.

Rakyat dari berbagai komunitas akar rumput harus menjadi sentrum kampanye kesadaran bahaya pandemi Covid-19. Lakukan strategi dan langkah pencegahan dasar secara massif.

Ambil contoh bagaimana pola gotong royong menangkal Covid-19 dilakukan oleh sejumlah warga di perkampungan. Seperti di Kampung Jogonalan Lor di Bantul yang menerapkan karantina lokal. Ini kesadaran yang bertumbuh secara bottom-up.

Banyak kampung lain di Jogja yang juga menerapkan karantina lokal. Bahkan warga Kampung Jaha di Bekasi, yang juga melakukan karantina lokal kampung mereka sejak Kamis kemarin (26/3) hingga 8 April 2020, dimana seluruh akses masuk di kampung tersebut ditutup dan hanya disisakan satu pintu masuk.

Di pintu masuk ini, para warga yang keluar masuk akan di semprot disinfektan dan pengecekan suhu tubuh. Di RW 11 ini, terdapat sembilan RT yang jumlah penduduknya sebanyak 4.072 orang.

Artinya warga menutup semua akses jalan utama di kampung tersebut, termasuk gerbang, dan akses jalan lain. Tujuannya mungkin untuk mengurangi mobilisasi. Mengurangi orang yang akan lewat dan masuk di kampung itu.

Karena kita tahu, hingga saat ini, belum ada satupun yang bisa memastikan kapan pandemi ini berakhir. Untuk itu, kita semua bisa membangun kesadaran mitigatif yang digerakkan dari struktur organisasi masyarakat paling bawah yaitu keluarga.

Mari kita semua bangkitkan optimisme dengan harapan badai ini pasti berlalu. Tidak lain dan tidak bukan, adanya harapan untuk bangkit dari segala keterpurukanlah yang membuat kita bisa berdiri tegak melawan pandemi ini.

Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Negara super power dan raksasa ekonomi sekalipun tidak siap menghadapi Covid-19. Kita bantu mereka. Jaga kesehatan, budayakan pola hidup bersih. Yang terpenting, disiplin dalam menerapkan pola physical distancing.

Kita juga harus gotong royong membantu mereka yang rentan secara ekonomi seperti para pedagang makanan kecil yang menjerit karena tidak ada yang mau membeli dagangannya.

Banyak yang takut makanannya mengandung virus. Begitu pun pedagang pakaian di pusat perdagangan dengan gigih tetap membuka toko mereka. Meski mereka sadari tiada yang berkunjung. Tiada yang datang, mereka buka toko karena masih ingin berharap. Siapa tahu bulan depan ia masih mampu untuk membayar sewa, memberikan honor bagi pekerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun