Mohon tunggu...
Kastrat IMS FTUI
Kastrat IMS FTUI Mohon Tunggu... Mahasiswa - #PRAKARSA

Pagi Sipil! Kastrat IMS FTUI kini hadir di Kompasiana untuk membagikan beberapa tulisan yang kami hasilkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perikanan Indonesia, Kemiskinan di Balik Kekayaan

6 April 2021   00:32 Diperbarui: 6 April 2021   00:54 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Darryl Raditya Aribowo

"The fishermen know that the sea is dangerous and the storm is terrible, but they have never found these dangers sufficient reason for remaining ashore."
-Vincent Van Gogh

Latar Belakang Perikanan Indonesia

Indonesia memiliki luas daerah sebesar 7,81 Juta kilometer persegi. Namun, hanya sekitar 30% dari luas daerah tersebut yang tergolong sebagai daratan, membuat sisanya tergolong sebagai laut atau perairan. Dengan luas laut sebesar itu, sebenarnya laut Indonesia memiliki potensi hasil laut yaitu perikanan yang sangat tinggi. Dalam estimasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020, dinyatakan bahwa sektor perikanan Indonesia dapat menghasilkan lebih dari 200 miliar dollar AS, membuat sektor perikanan sangat menjanjikan untuk menjadi poros utama perekonomian Indonesia dan profesi nelayan salah satu prospek profesi yang menjanjikan. Namun, meski dengan potensi laut yang sangat menjanjikan, banyak nelayan masih berada di bawah angka kemiskinan yang menandakan bahwa masih banyak nelayan yang hidupnya belum sejahtera. Beberapa waktu lalu, Edhy Prabowo saat masih menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan memberlakukan kebijakan ekspor benih lobster dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia. Meningkatkan kesejahteraan dalam pernyataan ini berarti mengurangi angka kemiskinan para nelayan. Namun, apakah kebijakan tersebut dapat terlihat hasil nyatanya?

Kemiskinan Nelayan Indonesia

Golongan nelayan merupakan salah satu profesi yang kerap diidentifikasi sebagai golongan miskin. Hal ini ditunjukkan dari pernyataan bahwa setidaknya 90% dari 16,2 juta nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri merupakan tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Garis kemiskinan ini dihitung dengan pendapatan yang dua pertiganya dialokasikan untuk "keranjang pangan"  yang dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling murah (Friedmann, 1992).Fakta ini bertolak belakang dengan kenaikan angka kontribusi sektor perikanan pada produk domestik bruto (PDB) nasional menjadi 2,65 persen pada 2019. Meskipun angka kontribusi sektor perikanan pada PDB nasional naik, hal itu tidak mencerminkan kesejahteraan yang dimiliki oleh nelayan-nelayan Indonesia, terutama nelayan-nelayan kecil. Kemiskinan ini menjadi penanda bahwa kenaikan angka di tingkat nasional tidak selalu mencerminkan keadaan yang terjadi sebenarnya.

Penyebab-Penyebab Kemiskinan Nelayan

Kemiskinan yang dialami para nelayan disebabkan oleh beberapa hal. Alasan kemiskinan nelayan yang pertama adalah kurangnya kualitas SDM dari nelayan itu sendiri. Sebagian besar nelayan yang tinggal di desa atau pesisir pantai masih tertinggal di bidang pendidikan. Dalam artikel yang ditulis Wantah pada tahun 2017, hanya sekitar 17% dari nelayan di daerah pesisir Kabupaten Minahasa Utara yang lulus dari tingkat SMA. Hal ini dapat disebabkan karena warga setempat lebih memilih untuk menjadi nelayan ketimbang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Keputusan ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti contohnya kondisi ekonomi yang mendesak, perintah dari keluarga, serta kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Alasan yang kedua adalah kurangnya akses terhadap lembaga-lembaga keuangan. Para nelayan kecil yang tinggal di pesisir seringkali kesulitan dalam mengakses fasilitas lembaga keuangan resmi seperti bank karena tidak tersedia di desa mereka sehingga mereka harus pergi ke kota terlebih dahulu. Dengan sedikitnya bank yang mudah diakses, nelayan cenderung meminjam modal dari warga setempat yang seringkali menyebabkan berbagai kerugian seperti bunga yang besar atau kesepakatan bagi hasil yang tidak seimbang sehingga merugikan nelayan itu sendiri. Alasan berikutnya adalah sistem pelelangan ikan yang kurang menguntungkan bagi para nelayan. Ikan yang ditangkap para nelayan akan dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Seharusnya, sistem pelelangan ikan ini dilakukan secara terbuka di hadapan umum dengan penawar tertinggi sebagai pemenang lelang, meningkatkan kesempatan nelayan untuk mendapatkan hasil lebih dari ikan tangkapannya. Namun, masih banyak TPI di Indonesia yang melakukan pelelangan secara tertutup. Pelelangan secara tertutup ini adalah sistem pelelangan di mana harga akan ditawar langsung oleh pembeli di hadapan nelayan. Pelelangan secara tertutup ini sangat rawan terhadap adanya kecurangan serta manipulasi harga. Dalam pelelangan ini, kurangnya pengetahuan nelayan terhadap ikannya dan kurangnya kekuatan nelayan dalam menentukan harga ikan tangkapannya dapat berpengaruh besar terhadap penghasilan yang akan didapatkannya. Contohnya, jika seorang nelayan mengerti bahwa ikan tangkapannya bernilai tinggi, ia akan tidak mudah dibohongi pembelinya dalam proses pelelangan. Ketiga contoh alasan di atas merupakan alasan-alasan mengapa kemiskinan melanda nelayan-nelayan kecil. Kemiskinan inilah yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat muda Indonesia terhadap dunia perikanan.

Isu Keselamatan Nelayan Indonesia

Selain tingkat kemiskinan yang tinggi, dunia perikanan Indonesia juga menghadapi masalah lain yaitu tingkat keselamatan yang sangat memprihatinkan. Pada awal tahun 2021, Destructive Fishing Watch (DFW) menyatakan bahwa tingkat keselamatan nelayan di Indonesia memiliki kondisi yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kecelakaan nelayan, yaitu 13 kejadian dengan rincian 28 orang hilang, 3 orang meninggal, serta 17 orang selamat. DFW juga menyatakan bahwa pemerintah Indonesia harus terus melakukan pengawasan kepada nelayan yang akan berlayar. Penyebab dari banyaknya insiden kecelakaan yang terjadi kepada nelayan adalah cuaca ekstrim seperti contohnya gelombang yang tinggi dan tidak dapat diprediksi. Pada awal tahun ini, gelombang tinggi terjadi di berbagai daerah perairan, menyebabkan insiden kapal terbalik, tabrakan antara kapal besar dengan kapal nelayan, kerusakan mesin kapal, serta kapal yang terbawa arus. Dengan adanya insiden seperti ini, pihak yang berwenang harus melakukan tindakan mitigasi bencana terhadap nelayan-nelayan yang akan pergi berlayar dengan kondisi cuaca yang buruk. Tindakan mitigasi bencana yang dapat dilakukan dapat berupa pengecekan peralatan nelayan secara menyeluruh sebelum berlayar serta larangan untuk berlayar ketika cuaca tidak mendukung. Dengan memeriksa peralatan secara menyeluruh, kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan peralatan seperti mesin kapal yang rusak dapat dikurangi. Selain mitigasi bencana, pihak terkait dapat membantu nelayan dalam memberikan subsidi untuk perbaikan peralatan.

Hal yang Dapat Dilakukan untuk Nelayan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun