Mohon tunggu...
kastratfkunpad
kastratfkunpad Mohon Tunggu... -

Kementrian Kajian Strategis dibawah naungan PH KEMA FK UNPAD, Mencerdaskan, Membangun dan Beraksi. Hidup Mahasiswa!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

WTPM: Haruskah Ada?

3 Mei 2016   16:38 Diperbarui: 3 Mei 2016   16:45 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perkembangan industri rokok telah menjadi bagian sejarah bangsa dan budaya masyarakat kita, khususnya rokok kretek yang merupakan komoditas berbasis tembakau yang 'sangat Indonesia‟ Sepanjang 2014 terdapat sekitar 1.300 perusahaan rokok yang terdaftar di Kudus, Jawa Tengah. dan, tahun 2015 hanya tersisa sekitar 300 perusahaan saja. Artinya sebanyak 1.000 pabrik rokok tutup dalam setahun. Hal itu pun terjadi di IHT Lingkungan Industri Kecil (LIK) Megawon Kecamatan Mejobo Kudus, tiap tahunnya perusahaan yang ada di kawasan industri itu berkurang. Tutupnya pabrik rokok tersebut karena meningkatnya harga cukai. Sehingga hal tersebut tentunya berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran karena banyak karyawan di PHK.

Perusahaan Rokok merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, dimana masih tetap eksis dikarenakan beberapa faktor diantaranya pabrik industri rokok di Indonesia sebagai poros kehidupan perekonomian di Indonesia, seperti pemenuhan lapangan pekerjaan, karena apabila lapangan pekerjaan di Indonesia tidak dapat terpenuhi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia akan terus meningkat. Bagi Indonesia, rokok dianggap sebagai salah satu industri yang berkontribusi bagi perekonomian. Industri rokok menyumbang 1,66% total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya pada 2013 mencapai US$ 700 juta. Selain itu, industri rokok juga menjadi sumber penghidupan bagi 6,1 juta orang yang bekerja di industri rokok secara langsung dan tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan cengkeh Tidak hanya itu, di dalam negeri peranan rokok sebagai sumber pemasukan negara juga cukup besar.

Namun, hasil dari survey terhadap kesejahteraan petani tembakau dan buruh pabrik sangat bertolak belakang dengan alasan yang dilontarkan bahwa jika pabrik rokok ditutup maka akan berdampak pada angka pengangguran dan kesejahteraan tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan rokok.

Kondisi petani tembakau tidak sebaik yang dipersepsikan selama ini (Hasil penelitian mengenai kondisi petani tembakau di Indonesia dengan melakukan studi di tiga wilayah penghasilan utama tembakau yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi (LD-FEUI) bekerjasama dengan TCSC-IAKMI. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Juli-

September 2008 di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dan di NTB dengan responden sebanyak 451 orang buruh tani dan 66 orang petani penggarap. 64% petani menyatakan ingin beralih ke usaha lain seandainya ada usaha lain dengan keuntungan lebih besar atau minimal sama, jenis pertanian yang hendak dikembangkan oleh kelompok petani ini paling banyak adalah padi, jagung, sayur-sayuran, cabe dan kacang-kacangan.

Pada periode 1985-2001 terdapat penurunan pekerja di sektor pertanian sebesar 11% yang menunjukan adanya pengalihan alamiah lapangan usaha di Indonesia dari sektor pertanian. Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi penurunan lapangan kerja pada industri pengolahan tembakau adalah mekanisasi dan teknologi lain yang meningkatkan efisiensi. Kecenderungan terjadinya mekanisasi produksi rokok di Indonesia sebagai contoh telah mengurangi biaya pekerja secara substansial.

Menurut penelitian Dr.Kosen dkk ( 2009 ) mendapatkan bahwa kerugian ekonomi total penduduk Indonesia dalam satu tahun akibat mengonsumsi produk-produk tembakau mencapai 338,75 triliun artinya lebih dari enam kali pendapatan cukai rokok Pemerintah yang hanya Rp.53,9 triliun. Kerugian tersebut dihitung dari jumlah uang yang dibelanjakan membeli rokok, biaya obat penyakit terkait konsumsi rokok, biaya yang hilang karena tidak bekerja sewaktu sakit dan penghasilan yang tidak diterima anggota keluarga yang meninggal karena terkait penyakit akibat konsumsi produk tembakau.

Secara ringkas jika dihitung berbagai kerugian akibat konsumsi produk tembakau di Indonesia pada tahun 2008 ( Dr. Kosen, et, al ) adalah:

Biaya rata – rata yang dibelanjakan oleh individu perokok untuk membeli tembakau dalam satu bulan adalah Rp.216.000 dan secara makro, total biaya yang dibelanjakan oleh perokok di Indonesia dalam satu bulan sebesar Rp.12,77 triliun dan dalam satu tahun adalah Rp. 153,25 triliun.

Total biaya kesehatan yang dibelanjakan oleh rakyat Indonesia ( 14.904.226 kasus ) dalam setahun untuk penyakit yang dikaitkan dengan tembakau berjumlah Rp.15,4 triliyn untuk pelayanan rawat inap dan Rp.3,1 Triliun untuk pelayanan rawat jalan.

Kerugian ekonomi total penduduk Indonesia dalam setahun akibat konsumsi produk-produk tembakau mencaoai Ro.338,75 triliun, artinya lebih dari enam kali pendapatan cukai rokok Pemerintah yang hanya Rp.53,9 triliun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun