Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI
Kastrat BEM UI Mohon Tunggu... Freelancer - @bemui_official

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI terhadap suatu isu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memahami Ulang Kejahatan Jalanan

10 September 2020   17:44 Diperbarui: 10 September 2020   17:40 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Narapidana Kejahatan Jalanan (Sumber: Kompas, 2019)

Peristiwa-peristiwa seperti perampokan, pencopetan, hingga perusakan merupakan kejahatan sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Kejahatan-kejahatan semacam ini disebut sebagai Kejahatan Jalanan (Street Crime). Saking lazimnya, terdapat anggapan yang mewajarkan kejahatan jalanan tersebut sebagai realitas kehidupan yang selalu ada. Akibatnya, terdapat sedikit sekali usaha untuk memahami lebih lanjut sebab-musabab terjadinya kejahatan jalanan. Padahal, kejahatan jalanan di sekitar kita terus eksis, bahkan cenderung meningkat setiap harinya.

Kejahatan jalanan adalah pelanggaran kriminal dengan cara merusak material, terdiri dari pelanggaran kekerasan dan pelanggaran umum yang berkaitan dengan properti seperti pencurian, vandalisme, dan pembakaran (Fuller, 2012). Tindak kejahatan jalanan tampak kian marak di tengah pandemi virus COVID-19. Bahkan, residivis kasus pencurian motor hingga penjambretan akhir-akhir ini kerap beraksi.

Alasan melakukan tindak kejahatan karena pelaku mengalami kesulitan ekonomi, sebab di tengah wabah COVID-19 aktivitas ekonomi masyarakat dibatasi, namun tak jarang di antara pelaku kriminal ini melakukan aksinya karena ingin membuat keresahan di lingkungan masyarakat (Merdeka, 2020). Selama pandemi COVID-19, terhitung Maret-Mei 2020, terdapat empat kasus menonjol di wilayah hukum Polda Metro Jaya, meliputi narkoba, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, dan  kejahatan jalanan (Media Indonesia, 2020).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan bahwa selama pandemi COVID-19, sasaran kejahatan berubah dari rumah ke tempat-tempat usaha dan pembegalan. Berdasarkan keterangan Karo Penmas Divisi Humas POLRI, Brigjen Pol Argo Yuwono, tercatat adanya kenaikan kejahatan jalanan secara kuantitas dan kualitas seperti tindakan penjambretan, perampokan, pencurian kendaraan, dan pembongkaran minimarket (Viva, 2020). Hal itu disebabkan masyarakat selama pandemi sering berada di rumah sehingga pelaku mencari tempat-tempat sepi dan terjadilah begal.

 Di dalam berita harian Tempo, dikatakan bahwa dalam melakukan aksi kejahatan jalanan, pelaku mengincar pengendara yang sedang berjalan sendirian pada dini hari, sekitar pukul 01.00 sampai pukul 03.00 dan pelaku mengincar korbannya secara acak (Tempo, 2019). Selain itu, pelaku melakukan aksinya karena dipengaruhi oleh minuman keras dan obat-obatan terlarang. Setelah berhasil melakukan aksi, pelaku membagi hasilnya dengan rekan-rekannya (Tempo, 2019).

Kejahatan jalanan yang marak terjadi tersebut bukan tanpa sebab. Beberapa teori dapat menjelaskan apa saja faktor penyebab dari kejahatan jalanan. Faktor penyebab dari kejahatan jalanan dapat dijelaskan melalui Routine Activities Theory. Routine Activities Theory adalah teori pelanggaran kriminal yang mengatakan bahwa kejahatan terjadi ketika motivated offenders bertemu dengan a suitable target tanpa capable guardian (Mullins & Kavish, 2013). Routine Activities Theory menjelaskan bahwa kejahatan akan terjadi bila dalam satu tempat dan waktu, hadir secara bersamaan jika ada hal sebagai berikut (Cohen and Felson, 1983):

1. A motivated offender (penjahat yang memiliki motivasi), seperti remaja laki-laki, pengangguran, dan pecandu narkoba.

2. A suitable target (target yang cocok), seperti seseorang yang memiliki mobil mewah atau memiliki barang yang mudah diangkut.

3. The absence of capable guardian (tidak adanya penjaga yang mumpuni), seperti polisi, pemilik rumah, dan sistem keamanan.

Selain Mullins dan Kavish, Larry J. Siegel juga memaparkan Routine Activities Theory yang pertama kali dinyatakan oleh Cohen dan Felson. Menurut Siegel, kehadiran ketiga komponen ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kejahatan. Seseorang cenderung menjadi korban jika tidak dijaga dengan baik oleh capable guardian dan dihadapkan pada sekelompok besar pelaku yang termotivasi (motivated offenders) (Siegel, 2012). Jika target yang mudah (suitable target) meningkat, maka kejahatan juga akan meningkat (Siegel, 2012).

Motivated offender bisa mengabaikan suitable target apabila target tersebut dijaga atau diawasi oleh capable guardian dan sistem keamanan yang baik (Siegel, 2012). Sesuai dengan Routine Activities Theory, tiga elemen ini, a suitable target, motivated offenders, dan the absence of capable guardian, semuanya harus bertemu dalam ruang dan waktu untuk terjadinya kejahatan. Jika salah satu komponen Routine Activities Theory hilang, maka kejahatan tidak mungkin dilakukan (Mullins & Kavish, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun