Mohon tunggu...
Kastrat BEM UI
Kastrat BEM UI Mohon Tunggu... Freelancer - @bemui_official

Akun Kompasiana Departemen Kajian Strategis BEM UI 2021. Tulisan akun ini bukan representasi sikap BEM UI terhadap suatu isu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bijak Menyikapi Politik Dinasti

15 Juli 2020   17:36 Diperbarui: 15 Juli 2020   17:35 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Politik Dinasti (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

Bahkan pada masa kepresidenan SBY dan Jokowi, pemerintah telah berniat untuk memerangi tindak kasus nepotisme dan politik dinasti yang setidaknya dilatarbelakangi oleh dua alasan.

Pertama, politik dinasti perlu diatur karena petahana mempunyai akses terhadap kebijakan dan akses terhadap alokasi anggaran, sehingga dapat memberikan keuntungan pribadi untuk memenangi pemilihan kepala daerah atau memenangkan kelompok-kelompok mereka.

Kedua, ada kemauan kuat pemerintah untuk memutus mata rantai dinasti politik, tindakan koruptif, dan tindakan penyalahgunaan wewenang. Pemutusan mata rantai itu bertujuan pilkada dilaksanakan secara adil (Media Indonesia, 2019).

Sayangnya, banyaknya faktor yang melatarbelakangi hadirnya politik dinasti, tidak dibarengi dengan kemaslahatan yang baik pula. Bahkan narasi penyebutan politik dinasti, selalu melekat dengan ungkapan korupsi yang tersistematis didalamnya (Kumparan 2020)

Hal ini karena ancaman politik dinasti sudah pernah dilihat secara nyata. Terdapat kasus tersohor seperti misalnya kasus korupsi mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang berasal dari dinasti Chasan dan melibatkan setidaknya tiga belas anggota keluarga (DW, 2019).

Atut divonis 5,5 tahun penjara akibat korupsi pengadaan alkes yang merugikan negara hingga 79,9 miliar rupiah. Kala itu, atas perintah perintah adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Atut telah memilih sejumlah pejabat di lingkungan pemerintah Provinsi Banten untuk senantiasa loyal dan patuh terhadap perintahnya. Wawan adalah Komisaris Utama PT Balipasific Pragama, perusahaan yang menjadi pemenang pengadaan alat kesehatan tersebut (Tempo, 2017).

Lebih parahnya lagi, di Banten sendiri terdapat setidaknya tiga dinasti lain yang diantaranya dinasti Zaki Iskandar, Aat Syafaat, dan dinasti Mulyadi Jayabaya (Kumparan, 2018).

Lalu tidak lupa atas kasus Fuad Amin yang telah merugikan negara atas korupsi dan pencucian uang dana APBD sebesar 5-15 persen atau senilai 414 milliar rupiah. Fuad juga terbukti melakukan jual beli jabatan PNS, dari Rp 15 juta hingga Rp 50 jutaan, tergantung posisi kepada para pengusaha migas. Tidak selesai disitu, Fuad juga meminta 'jatah preman' setiap bulan dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar (Detik, 2018).

Pengaruh Fuad Amin terbilang cukup besar karena ketika dia terpilih sebagai Ketua DPRD Bangkalan periode 2014-2019 (yang sebelumnya dijabat anaknya), Ra Momon (anak Fuad Amin) kemudian terpilih sebagai Bupati Bangkalan pasca Fuad Amin. Sehingga di sini terjadi semacam pertukaran jabatan dalam rangka memperkuat pengaruh menggunakan kekuatan politik dinasti. Bahkan pengaruh Fuad diperkuat oleh latar belakang keluarga kiai-priayi sehingga posisi ini membuatnya memiliki pengaruh di dua komunitas terbesar di Madura (Tirto, 2019).

Padahal dalam sebuah tulisan karya Christiaan Grootaert and Thierry van Bastelaer (2002) menjelaskan bahwa latar belakang profesionalitas (nepotisme) yang berasal dari pengaruh keluarga dan ikatan etnis yang kuat mengartikan bahwa lemahnya etika kerjasama dan kepercayaan terhadap orang lain (ebek, 2015).

Politik dinasti juga akan mengaburkan atau bahkan meniadakan fungsi checks and balances dalam pemerintahan. Sulit untuk diharapkan terdapat seorang anggota DPRD dari dinasti A mengkritisi ekskutif yang juga berasal dari dinasti A di mana mereka memiliki hubungan kekerabatan. Checks and balances seperti demikian yang akan mengarah ke praktik korupsi, sebagaimana yang terjadi di Banten dan Madura (DW, 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun