Mohon tunggu...
MArifin Pelawi
MArifin Pelawi Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa S3

Seorang pembelajar tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Biar Tekor Asal Nyohor

20 Desember 2020   07:47 Diperbarui: 22 Desember 2020   03:11 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lulus kuliah. (sumber: shutterstock via kompas.com)

PTN. Sebuah harapan untuk bisa berpartisipasi di sana merupakan cita-cita tinggi yang diberikan kepada sebagian besar anak Indonesia. 

Tempat di mana seorang anak dijanjikan akan memiliki status tinggi untuk dirinya. Tempat yang juga akan memberi orang tua kebanggaan bisa cerita ke tetangga dan handai taulan bahwa anakku masuk PTN. Tempat yang sama juga dijanjikan sebagai perwujudan keadilan sosial dalam pendidikan tinggi.

Apakah yang diharapkan dari pendidikan tinggi dengan konsep keadilan sosial? Apakah sekadar tentang biaya kuliah ditanggung pemerintah dan kampus negeri dibiayai negara?

Sebenarnya tidak. Ada kesalahan persepsi kalau konsep keadilan sosial hanya itu. Namun, yang paling enak dan mudah dilakukan tentu saja menyajikan keadilan sosial hanya berbentuk negara menanggung biaya kampus negeri. 

Paling menarik bagi politisi dan sangat mudah bagi birokrat dalam alokasi akses adalah dengan melakukan persaingan di mana siswa diadu berdasarkan siapa yang paling pintar dapat hadiah uang negara untuk tambah pintarnya.

Namun ketika melakukan subsidi dengan mengatas namakan pro keadilan sosial dan anti neoliberal pendidikan ya itu pembodohan publik secara nyata. 

Persaingan dengan adu kepintaran dalam akses adalah keadilan berdasar filosofi neoliberal. Adu kepintaran tanpa memedulikan adanya kesenjangan sumber daya antar peserta berasas survival of the fittest.

Keadilan sosial tidak hanya minta adanya subsidi negara tapi harus ada tindakan afirmasi di mana ujian masuk siswa yang tidak beruntung. Hal yang bisa diwujudkan sebenarnya melalui pemenuhan janji di mahkamah konstitusi oleh pemerintah bahwa ujian mandiri itu untuk siswa ekonomi lemah, disabilitas, dan tinggal di daerah terpencil atau terluar. 

Hanya saja pada praktiknya untuk siswa yang mampu bayar mahal. Bahkan, kementerian yang mengatur PTN telah membuat aturan melindungi praktik ini. Tindakan yang sebenarnya melanggar janji tanpa ada yang peduli.

Negara tidak hadir untuk membantu ketidakadilan dalam kesempatan mendapatkan pendidikan. PT swasta dengan biaya murah di mana para mahasiswanya tidak berhasil mendapatkan ilmu yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan ilmu demi menjadi manusia yang lebih baik sangat disadari oleh pembuat kebijakan. Namun solusinya hanya satu, yaitu tutup. 

Ketika ditutup maka yang paling rugi tentu saja para mahasiswa di PTS tersebut. Mereka bukan tidak tahu kualitas dari PTS-nya buruk, tapi normalnya para mahasiswa di sana tidak bisa mendapatkan kesempatan di tempat lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun