Mohon tunggu...
kartosar
kartosar Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi istimewa itu membebani

Menulis untuk menjaga kewarasan - Menulis untuk melatih otak - Menulis untuk hidup

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kebahagiaan Itu Menular

26 Februari 2021   13:15 Diperbarui: 26 Februari 2021   19:50 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:happiness.com

Seorang bocah laki-laki melihat dari jauh menembus jaring pembatas lapangan tenis. Semakin lama, tanpa disadarinya, dia semakin mendekati lapangan. 

Kini tangan-tangan mungilnya sudah memegang jaring. Matanya tak henti memandangi gerak bola tenis. Sesekali dia mendengar teriakan ketika orang memukul bola dengan raket. Di sana ada suami istri yang sedang berlatih, satu orang pelatih yang sangat bersemangat.

Mata bocah itu sesekali mengarah ke si pelatih. Dia tak peduli dengan dua orang berlatih. Bocah yang awalnya setengah bersembunyi di balik pagar rumput itu semakin memperlihatkan dirinya. 

Dia berharap sang pelatih melambai, atau setidaknya tersenyum. Dari jarak itu dia bisa melihat dengan jelas wajah sang pelatih. Diminta masuk ke lapangan untuk menemaninya melatih sepertinya hanya mimpi. Bocah itu pulang dengan sedih. Sekadar lambaian pun tidak ada.

Bocah itu adalah saya. Pelatih itu adalah bapak saya.

Saya mengingat kejadian puluhan tahun lalu setelah melihat kedekatan Tiger Woods dan anaknya, Charlie, di sebuah turnamen golf khusus untuk keluarga pegolf beberapa waktu lalu. Keakraban itu mengusik saya. 

Andaikan dulu bapak saya mengajak, melatih, dan membimbing saya di lapangan tenis, mungkin saya memiliki keahlian bermain tenis. Mungkin. Saya penyuka hampir semua olahraga. Tak mudah melupakan kejadian disisihkan dalam sesuatu yang kita senangi.

Konon, rahasia sebuah hubungan (termasuk ayah dan anak) yang baik berisi dua orang yang bahagia. Jika salah satunya tidak bahagia, bisa disimpulkan bukan hubungan yang bahagia. Hubungan yang bahagia tidak bisa diukur dari menonton teve bersama.

Banyak orang terjebak. Saya harus bahagia karena dia orang tua saya, karena dia anak saya, karena dia pacar saya, karena dia suami atau istri saya, karena dia teman saya. 

Saya bahagia karena.. Kata "karena" inilah yang menjadi beban. Lebih cocok jika diganti dengan kata "bersama". Saya bahagia bersama anak, orang tua, pacar, suami atau istri. Sederhana kelihatannya. Tapi seperti biasa yang sederhana itu justru susah dilakukan.

Bapak saya bisa jadi tidak bahagia jika saya ada lapangan bersamanya. Dia harus menjaga image di depan para bos yang dilatihnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun