Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Perlakukan Demokrasi sebagai Kuda

26 Februari 2021   18:25 Diperbarui: 26 Februari 2021   18:38 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kita mendengar kalimat ini : Kita sebagai orang timur sepatutnya menjunjung adab dan etika ketimuran. Jangan seperti orang barat yang bla-bla... 

Kalimat itu mungkin pernah atau sering kita dengar dari seorang tua (entah ayah, ibu atau nenek kakek) jika memberi nasihat kepada anak cucunya. Sebenarnya sederhana saja maknanya, bahwa apa yang dilakukan oleh mereka harus bisa selaras dengan lingkungannya.

Sementara lingkungan kita memang menjunjung tinggi etika, kesopanan dan beberapa nilai yang masih dianggap selaras dengan adat kita di Indonesia. Kita tengok misalnya budaya kritik. Kadang kritik yang keras memang dianggap tidak sopan karena akan menohok bahkan membuat orang lain tersinggung. Kita selayaknya mengunggapkan sesuatu itu dengan baik sehingga lingkungan bisa selaras dengan hal yang kita kritik.

Contoh lain yang baik dan tumbuh pada lingkungan kita adalah musyawarah untuk mencapai mufakat. Bagi sebagian orang dari luar Indonesia, masyawarah adalah sesuatu yang tidak demokratis, namun pada budaya Indonesia dimana kelenturan pada banyak sendi diperlukan musyawarah tetap penting dan diperlukan.

Beberapa tahun lalu, ada sebuah pemilihan rector di sebuah perguruan tinggi di Indonesia yang menggunakan cara musyawarah untuk memilih rektornya. Padahal beberapa rector yang terpilih sebelumnya, selalu menggunakan sistem suara terbanyak. Namun pada kali itu, pemilihan rector dipilih dengan azaz musyawarah, dan dapat berlangsung dengan baik. Sang rektorpun menjabat dengan prestasi yang cukup baik, sampai hari ini. Bukti bahwa adat timur sangat cocok untuk diterapkan pada banyak sendi dalam kehidupan kita.

Beberapa hal di atas adalah contoh bagaimana demokrasi dan kehidupan sosial politik tumbuh di Indoensia. Ini ada semua pada Pancasila dimana butir-butirnya menjelaskan bagaimana kehidupan berbangsa itu seharusnya tumbuh dan berkembang. Dengan tetap peduli dengan butir-butir itu niscaya kita akan bisa melampaui berbagai tantangan dengan baik.

Akhir-akhir ini seiring demokrasi dan perkembangan teknologi, membawa kita pada sebuah era yang menjungkirbalikkan etika dan adat yang kita miliki. Orang senang memaki, menghina bahkan memfitnah orang lain di media sosial.

Atas nama demokrasi orang tak segan mengatai kepala negara sebagai orang bodoh dan lain sebagainya. Sikap anti itu selalu dipelihara pihak-pihak tertentu dari waktu ke waktu; dari Pilpres ke Pilpres dan dari Pilkada ke Pilkada lainnya.

Atas nama demokrasi, negara di kawasan baratpun, tidak akan membiarkan pihak-pihak tertentu mencederai symbol-symbol negara seperti presiden, dasar negara dan berbagai hal yang sudah disepakati bersama sebagai sebuah bangsa. Juga kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa memecah bangsa. Negara yang paling demokrastis di baratpun akan mengambil langkah tegas soal ini.

Karena itu marilah kita bersama untuk mengingat kembali hakekat adat dan kebangsaan kita ini sebelum menghina atau melecehkan pihak lainnya. Apa tujuan kita bersatu sebagai negara dan apa cita-cita kita sebagai bangsa. Demokrasi itu bukan kuda yang bisa menyulap kita dari perilaku buruk ke cita-cita mulia.Dan ada baiknya kita menghemat 'energi' kita agar cita-cita sebagai bangsa bisa diraih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun