Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesantren Hasilkan Buah Kebangsaan dan Keagamaan yang Baik

3 Oktober 2019   02:09 Diperbarui: 3 Oktober 2019   08:00 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
santrigusdur | santripunya.com

Seperti kita tahu bersama, Presiden ke empat RI, KH Abdurrahman Wahid adalah seorang pemuda yang dibesarkan di kalangan pesantren. Ayahnya adalah mantan Menteri Agama pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) yaitu KH Wahid Hasyim. Kakeknya adalah ulama besar Indonesia yaitu KH Hasyim Ashari yang begitu dihormati umat Islam di tanah air.

Ketika menjalani  SMEP di Yogyakarta, Gus Dur -- demikian dia biasa dipanggil, juga belajar mengaji di pondok pesantren Krapyak, Bantul Yogyakarta dibawah asuhan KH Ali Maksum. 

Lulus SMEP, dia mondok di pondok pesantren Tegalrejo, Magelang dibawah asuhan KH KH Khudlori dan bersahabat dengan Abdurrahman Khudlori, anakpengasuh pesantren.

Selepas itu dia mengaji kepada kakeknya dari pihak ibu yaitu KH Bisri Syansuri di pondok Pesantren Mambaul Maarif Denayar Jombang. Sambil mengajar di Madrasah Mualimin pesantren terset.

Gus Dur kemudian bersiap berangkat ke Mesir karena beliau mendapat beasiswa ke Universitas Al Azhar. Hanya saja karena informasi yang salah soal kemampuan bahasa ArAabnya (sewaktu berangkat ke Mesir, Gus Dur sudah sangat menguasai bahasa  lisan dan tulis Arab, juga arab gundul) Ketika di Univ Al --Azhar semua siswa diharuskan untuk belajar bahasa Arab lagi agar perkuliahan lancar.

Hal inilah yang menjadi kegundahan Gus Dur karena menurutnya itu membuat waktu, karena dia sudah piawai bahasa Arab. Di Mesir kemudian Gus Dur tidak kuliah tapi menjadi staf Kedutaan besar Indonesia di Arab yang bertugas menterjemahkan surat-surat berbahasa Arab. Saat itu dia bergaul seluas-luasnya dengan banyak orang dan banyak bangsa di Mesir.

Beliau juga belajar banyak hal selain agama, yaitu belajar budaya dan seni, olahraga (khususnya sepakbola), berdiskusi soal agama dan politik dan banyak lagi. Kondisi itu ikut membentuk pribadi dan keluasan cara berfikirnya.

Begitu juga ketika meneruskan pendidikan ke Universitas of Bagdad Iraq. Dia juga bergaul dengan banyak orang dan pergi ke beberapa negara Eropa untuk menuntaskan hobynya terhadap film dan kebudayaan.

Sehingga ketika telah berada di Indonesia, Gus Dur tidak kehilangan budaya kepesantrenannya tetapi dia juga luwes bergaul dengan banyak kalangan.

Meskipun dia sudah berkeliling negara dan bergaul dengan banyak kalangan dia tetap kuat dengan pemikiran ke Islamannya, tetapi dia tidak sempit dalam menterjemahkan keislamannya itu.

Gus Dur juga kuat kebangsaannya. Hal itu bisa kita lihat ketika beliau menjadi presiden yang sangat menghargai keberadaan agama lain. Keputusannya soal lintas agama tak perlu diragukan lagi.

Dari hal itu kita bisa petik bahwa pondok pesantren tak bisa dianggap remeh untuk menjadi akar dari kebangsaan dan keagamaan di Indonesia. Gus Dur adalah contoh bagaimana pesantren bisa menghasilkan 'buah-buah' kebangsaan dan keagamaan yang baik pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun