Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi Kampus dan Semangat Melawan Bibit Radikalisme

14 November 2018   07:11 Diperbarui: 14 November 2018   09:21 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa - Genmuda.com

Literasi di era milenial ini memang menjadi hal yang urgent. Tidak sedikit diantara masyarakat kita menjadi korban provokasi dan berita bohong, hanya karena rendahnya literasi media yang mereka miliki. Perkataan seorang tokoh dianggap sebagai sebuah kebenaran, tanpa melakukan cek ricek lagi. Kasus Ratna Sarumpaet misalnya. Dari tokoh politik hingga tokoh masyarakat, langsung mempercayai kebohongan Ratna menjadi sebuah kebenaran. Namun akhirnya para tokoh itu pun ramai-ramai meminta maaf, terkait pernyataan sebelumnya.

Dalam dunia pendidikan, literasi juga menjadi hal yang penting. Khususnya bagi mahasiswa yang memang aktif di dunia kampus. Karena kampus saat ini juga terus dimasuki paham-paham radikal dan intoleran, setelah pemerintah mengeluarkan keputusan direktur jenderal nomor 26/DIKTI/KEP/2002 tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus. 

Dampak dari keputusan ini adalah organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), hingga Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dilarang beraktifitas di dalam kampus.

Ketika proses diskusi itu hilang, kondisi ini kemudian dimanfaatkan kelompok keagamaan masuk di dalam kampus. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) menjadi pihak yang terus menguat paska OKP dilarang masuk. Beberapa penelitian mengatakan, LDK inilah yang kemudian didomplengi oleh pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan bibit radikalisme dan intoleransi. 

Bahkan HTI sempat menguasai beberapa kampus negeri di Indonesia. Sebelum organisasi ini dibubarkan oleh pemerintah, banyak mahasiswa di perguruan tinggi negeri juga sempat mendeklarasikan dukungan dibentuknya kekhilafahan di Indonesia. Kondisi inilah yang dikhawatirkan bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal, untuk merekrut generasi penerus ini masuk dalam jaringan terorisme.

Jika budaya literasi dikalangan kampus sudah terbangun, tentu paham radikalisme dan intoleran ini tidak akan menjamur di perguruan tinggi. Melalui literasi, mahasiswa akan mempunyai filter dan benteng yang kuat, dalam melihat atau memaknai sebuah informasi. Banyak hal yang bisa kita jadikan pembelajaran bersama tentang dampak yang bisa ditimbulkan jika kita tidak memiliki budaya literasi yang kuat. Jika seluruh elemen kampus, dari mahasiswa, dosen, hingga rektornya menanamkan literasi yang kuat, diharapkan penyebaran paham radikal di kampus bisa diminimalisir.

Hal ini nampaknya juga sejalan dengan keluarnya Permenristekdikti No. 55 tahun 2018 tentang pembinaan ideologi kebangsaan dalam kegiatan mahasiswa di kampus. Dengan adanya peraturan baru ini, kampus diperbolehkan lagi menggandeng OKP yang berhaluan Pancasila, untuk masuk ke kampus bersama-sama memerangi bibit radikalisme. 

Kampus memang semestinya menjadi wilayah netral yang bebas dari berbagai macam kepentingan. Seluruh pihak harus menjadikan kampus sebagai tempat mengajarkan hal-hal positif, tempat untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat. Bukan sebagai tempat untuk menebar bibit kebencian.

Kampus ibaratnya seperti Indonesia kecil. Berbagai macam identitas dan karakter mahasiswa ada disitu. Berbeda dalam keberagaman tetap harus dijunjung tinggi dalam dunia pendidikan. Karena dengan menghargai keberagaman, secara tidak langsung kita telah memberikan filter untuk menekan pengaruh bibit radikal di dalam kampus. 

Karena paham radikal umumnya tidak menginginkan Indonesia tumbuh dalam keberagaman. Kampus harus tetap beragam. Karena keberagaman akan membuat dunia pendidikan semakin kaya akan informasi, dan proses dialektika, dan diskusi diharapkan bisa berjalan sehat dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun