Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdemokrasi Tanpa Kebencian

12 Mei 2018   10:50 Diperbarui: 12 Mei 2018   11:07 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Hoax dan Sara - kompasiana.com

Entah kenapa, kata kebencian akhir-akhir ini seringkali muncul di media sosial ataupun pemberitaan media nasional. Ujaran kebencian dalam keseharian, juga terus mengalami peningkatan. Dalam laporan yang masuk ke Polri, selama 2017 kemarin sudah menangani 3.325 kasus ujaran kebencian. Angka tersebut terus mengalami peningkatan, dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 1.829 kasus. Di tahun politik seperti sekarang ini, banyak pihak memperkirakan ujaran kebencian akan semakin tinggi seiring semakin memanasnya kondisi politik nasional.

Aspek politik seringkali memunculkan 'drama' yang membuat kita sebagai masyarakat biasa cukup lelah. Dinamika politik yang kian panas, juga dilempar ke masyarakat dengan dibumbuni ujaran kebencian. Semua orang ingin menang dalam kontestasi politik di pilkada serentak. Jika kemenangan itu diraih, maka upaya untuk menang dalam pilpres 2019 akan terbuka.

Namun, jika kebencian ini terus dijadikan jalan pintas untuk memenangkan pertarungan, sungguh sangat mengerikan bagi negeri yang sangat menjunjung toleransi ini. Sejatinya, pilkada tidak hanya untuk mencari pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab, namun juga harus mampu menjadikan pendidikan bersama dalam berdemokrasi.

Pilkada, pilpres, pileg atau apapun itu namanya, menjadi media bagi kita semua untuk belajar berdemokrasi. Dalam demokrasi, dituntut untuk saling menghargai antar sesama. Dalam upaya saling menghargai itu, implementasinya harus mampu memanusiakan manusia. Tidak boleh antar manusia saling hujat, saling caci, apalagi saling melakukan tindak kekerasan.

Dalam hukum dan adat istiadat yang ada di Indonesia, saling menebar kebencian dalam bentuk apapun, juga tidak dibenarkan. Tidak ada satupun adat istiadat yang menganjurkan untuk saling membenci. Bahkan, agama-agama yang ada di negeri ini, justru menyarankan untuk tidak menebar kebencian.

Namun faktanya, ujaran kebencian terus dan masih saja muncul di dunia maya. Bahkan intensitasnya terus mengalami peningkatan. Ironisnya, hantaman kebencian itu banyak dilayangkan di media sosial, sebuah ruang yang begitu disenangi oleh generasi muda. Tak heran jika banyak anak muda yang mudah sekali marah. Marah karena keadaan, marah karena provokasi, ataupun marah karena faktor yang lain. Ruang kedamaian di media sosial akan semakin sedikit, jika kita hanya diam menjadi penonton.

Dari anak hingga dewasa setiap hari disuguhi kebencian. Sehari dua hari mungkin tidak begitu berpengaruh. Namun jika dalam waktu yang lama, pasti akan membekas. Jika tahun politik diperkirakan akan memicu peningkatan ujaran kebencian, maka praktek saling membenci ini bisa jadi akan terus terjadi hingga 2019. Apa jadinya negeri ini jika masyarakatnya saling membenci.

Antar sesama akai saling berseteru, tanpa mengerti apa yang diperdebatkan. Berbeda pilihan politik, bisa berdampak pada saling ejek. Stop saling membenci. Mari berdemokrasi secara sehat, jujur dan bertanggung jawab. Jika proses pemilihan pemimpin dilandasi rasa kebencian, maka pemimpin yang lahir pun adalah pemimpin yang tidak mau merangkul keberagaman.

Pemimpin yang merasa benar sendiri, dan tidak open minded. Jika hal ini terjadi, maka selama lima tahun kedepan, kebijakan yang dihasilkan tidak akan berpihak pada kepentingan rakyat. Kebijakan yang dihasilkan hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun