Saat pulang, barulah seorang teman bernama Haris mendekatiku dan berkata sesuatu yang membuatku berpikir hingga detik ini
"Kamu keren Alesha, kata-katamu tadi sungguh keren. Sekarang kamu tak perlu menjelaskan banyak hal. Kami semua sudah sangat paham sebab ucapanmu tadi. Masihkah rasa sayang yang kamu defisinikan tadi ada untuk Yafi ?' tanyanya dengan suara pelan
Aku diam, tak mampu berkata. Kemudian Haris melanjutkan kalimatnya
"Jika masih, sungguh beruntungnya Yafi. Karena dia dicintai dengan cara anggun dan luar biasa. Jika pun tidak, semoga hatimu lekas sembuh ya. Aku melihat dari matamu dan dari gerak tubuhmu saat kamu bicara tadi, bahwa ada luka dalam yang coba kamu sembunyikan Alesha. Semoga kamu temukan yang terbaik diwaktu yang terbaik. Sesuai dengan harapanmu yang selalu jadi jawaban pertanyaan teman-teman yang bertanya 'kapan nikah' " ucap Haris kemudian berlalu meninggalku yang mematung, memikirkan tiap kalimat yang diucapkannya.
Aku ingin sekali mengusaikan kisahku dengan Yafi, mengakhiri setiap tulisanku yang selalu bermuara pada satu nama. Bertahun-tahun kenangan tentangnya selalu menjadi memori film yang kadang berputar sendiri dalam kepalaku. Membawa kembali sesak kan menghantam dada, Membawa kembali sedih yang diwakilkan oleh isak dan air mata.
Aku sungguh tak meminta melupakan, aku hanya ingin mengiklaskan. Mengiklaskan hasil dari keputusan yang bertahun-tahun silam sudah ku ambil.