Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Setelah Ramadan, Mengapa Tidak Lanjut Puasa?

26 Maret 2025   16:57 Diperbarui: 26 Maret 2025   17:06 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pinterest/ goodhousekeeping

Bulan Ramadan hampir usai. Aroma takjil yang dulu menggoda di setiap sudut jalan mulai memudar, dan euforia lebaran perlahan berganti dengan rutinitas harian yang kembali monoton. Namun, ada satu kebiasaan yang sebaiknya tidak ikut ditinggalkan: puasa. 

Jika selama Ramadan kita terbiasa menahan lapar dan haus demi spiritualitas, mengapa tidak melanjutkannya dengan intermittent fasting (IF) untuk kesehatan mental dan fisik yang lebih baik?

Tren IF bukan sekadar pola makan kekinian yang dipopulerkan influencer kesehatan. Ini adalah cara cerdas untuk mempertahankan manfaat puasa setelah Ramadan, dengan efek yang jauh lebih luas dari sekadar angka timbangan.

Puasa dan Kesehatan Mental: Apa Hubungannya?

Banyak yang mengira puasa hanya berdampak pada berat badan dan metabolisme. Padahal, ada efek luar biasa pada kesehatan mental. Saat berpuasa, tubuh mengalami perubahan biologis yang meningkatkan produksi hormon endorfin, memberikan efek euforia alami yang mirip dengan perasaan bahagia setelah olahraga.

Selain itu, puasa juga menurunkan kadar hormon stres kortisol, yang sering menjadi biang keladi kecemasan dan depresi. Itulah sebabnya banyak orang merasa lebih damai dan fokus saat berpuasa. 

Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa berpuasa dapat meningkatkan produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), protein yang membantu regenerasi sel otak dan mencegah gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.

Jadi, jika setelah Ramadan seseorang merasa lebih tenang, lebih mampu mengendalikan emosi, atau lebih fokus, itu bukan kebetulan. Itu adalah efek biologis nyata dari puasa.

Intermittent Fasting: Lanjutan Logis Setelah Ramadan

Banyak orang mengalami kenaikan berat badan pasca-lebaran, dengan alasan sederhana: setelah sebulan menahan diri, mereka merasa bebas makan apa saja. Di sinilah intermittent fasting (IF) bisa menjadi solusi.

IF bukan sekadar "diet," melainkan pola makan berbasis waktu, di mana seseorang hanya makan dalam jendela waktu tertentu dan berpuasa di luar periode itu. Salah satu metode yang paling populer adalah 16:8, di mana seseorang berpuasa selama 16 jam dan hanya makan dalam jendela waktu 8 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun