Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saya Sangsi pada Sanksi Perwali Palembang 27 Tahun 2020

16 September 2020   15:51 Diperbarui: 16 September 2020   15:53 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Walikota Palembang dan Gubernur Sumsel (Dok. Kompas.com)

Dari semua peraturan perundang-undangan yang disebutkan tadi, hanya  3 (tiga) peraturan perundang-undangan yang dapat memuat sanksi pidana yakni UU, Perpu dan Perda. 

Aturan mengenai hal ini dapat dilihat pada UU 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUPPP), UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 

Demikian pula penentuan sanksi pidana tidak dapat  "terlalu kreatif"  sebagaimana diatur dalam PP No 28 Tahun 2008,Pasal 2 (1) yang menegaskan bahwa  Sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya terhadap pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang.

Secara pribadi saya menyadari bahwa ini merupakan upaya pencegahan demi menegakkan kedisplinan warga Palembang.  Tetapi sebagai penyelenggara negara tentu paham betul bahwa di dalam membuat norma hukum wajib memastikan 3 landasan baik secara  filosofi, yuridis, sosioligis. Serta ketercapaian tujuan hukum berupa kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan.

Pembuatan Perwali dengan disertai sanksi justru menunjukkan bagaimana gagapnya pemerintah kota Palembang yang terburu-buru membuat aturan hukum yang justru tidak memberikan kepastian hukum. 

Pembentukan Perda Palembang yang memuat protokol kesehatan ini sebenarnya telah diusulkan kepada DPRD Kota Palembang pada hari senin, 14 September 2020 yang lalu berbarengan dengan sosialisasi Perwali 27/2020 di DPRD Palembang oleh Wakil Walikota Palembang.

Sebagai warga Palembang saya kok merasa pembentukan perwali ini mbulet, semakin tidak jelas karena sifatnya yang memang tidak memilki kepatian hukum dan melanggar aturan di atasnya. Secara kemanfaatan juga jelas dipertanyakan bagaimana sebuah peraturan perundang-undangan yang cacat dalam memberi kepastian hukum akan memberikan manfaat.

Sanksi  pada dasarnya adalah wujud reaksi, akibat atau konsekuensi terhadap pelanggaran atau penyimpangan kaidah  yang berlaku di masyarakat sekaligus   alat kekuasaan untuk memaksakan ditaatinya kaidah sosial tertentu.

Sehingga penerapannya pun harus berhati-hati, terlebih sebuah sanksi pidana tidak hanya dapat berlaku sebagai pembalasan kepada pelaku pelanggaran/kejahatan atau memberi efek jera, baik kepada pelaku maupun orang di sekitarnya agar menaati aturan yang ada. 

Bukankah sejak zaman nenek moyang, Palembang ini pada pendekatan preventif yang humanis ketimbang represif dengan menjatuhkan sanksi. Jikapun hendak membuat peraturan yang tegas, toh untuk apa membuat peraturan prematur yang justru tak dapat bermanfaat.

Dengan kondisi pemberlakukan perwali yang sesungguhnya cacat yuridis ini, seperti membersihkan lantai dengan sapu yang kotor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun