Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Cuties": Beban Mental Remaja, Gegar Budaya, dan Pengakuan di Media Sosial

14 September 2020   15:37 Diperbarui: 15 September 2020   10:13 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan Layar Film Cuties (Sumber: Kompas.com)

Papa Amy pulang dari Senegal, dengan membawa istri barunya tentunya, dan akan merayakan pesta pernikahan. Bahkan Mama Amy berdandan dengan begitu mewah. Berbarengan dengan hari tanding tari, Amy lebih memilih ikut kompetisi. 

Padahal, akibat ulahnya upload foto tidak senonoh (saingan aja sama Mas Chris Evans...uhuy yang kemaren berbagi fotonya Mas Evans), ia dikeluarkan dari grup. Amy yang licik sengaja menjegal anggota Cuties lain agar tidak pernah sampai ke lokasi kompetisi. 

Karena waktu yang mepet, tidak ada pilihan lain. Cuties bertanding bersama Amy yang menarikan tarian vulgar di depan orang banyak. 

Mengingatkan Jaga Anak Perempuan dengan Eksplotasi Anak Perempuan
Diriku pribadi merasa relate dengan problem ini. Terlebih usia Amy hampir sama dengan usia putraku. Banyak teman-teman putraku sangat eksis di media sosial. 

Tak dapat dipungkiri teman-teman perempuannya ada yang berperilaku mencari perhatian lebih (meski dalam batas, dan semoga tidak bablas), yang seringkali sebagai ortu, kadang saya gamang untuk mencari cara yang santun menegur atau memberitahu orangtua anak mereka.

Film ini secara lugas menceritakan soal penggunaan media sosial yang tak terawasi, kerentanan tak memahami ranah privasi dan publik. Juga sarat akan pesan mengenai kerentanan jiwa ABG seperti kondisi Amy dan kawan-kawannya. 

Bukan hanya dirasakan oleh anak-anak imigran yang gegar budaya. Dengan perubahan budaya pop saat ini, bahkan anak yang bertumbuh di negeri nenek moyangnya pun dapat mengalami gegar budaya efek media sosial yang merangsek bahkan pada tugas sekolah mereka. Jika dulu ketat pembatasan penggunaan hape dan akses media sosial,  sekarang efek pandemi seolah tanpa batas.

Saya mengalami dilematis saat menyaksikan film ini. Di satu sisi,  ide ceritanya luar biasa dan saya yakin bahwa penulisan skenario ini dilakukan dengan riset yang mendalam. Namun beberapa adegan di film ini sangat mengganggu.  

Misal adegan ruqyah, adegan yang terkesan begitu memaksa jika untuk penggambaran ruqyah. Amy dengan pakaian dalam disiram-siram air  hingga basah dan menunjukkan tubuhnya , sambil dibacakan ayat ruqyah lalu ia menari tarian erotis yang ia ingat. Juga adegan tarinya di kompetisi yang sangat mengganggu.

Betul, tidak ada adegan eksplotasi seksual pada adegan-adegan itu. Tetapi lebih dari pada itu, sengaja ataupun tidak sengaja memang ada eksploitasi seksual anak di situ.  

Jika pun itu kreativitas si anak, justru sangat berbahaya, karena orang dewasa di sekitarnya melakukan pembiaran persis sama seperti pesan moral yang disampaikan dalam film ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun