Tidak sedikit ART yang dibayar harian per pekerjaan. Mereka dihiring hanya saat dibutuhkan. Â Misalnya ketika nyonya rumah merasa sangat kerepotan, sakit atau tumpukan pekerjaan yang terlalu banyak.
Kegalauan Besaran Upah ART
Salah satu yang menjadi kegalauan para Ibu adalah besaran upah ART. Karena rasanya terlalu tinggi jika mengupah sesuai UMP ataupun UMK untuk sektor informal ini. Â Mengupah terlalu rendah juga terasa tidak manusiawi.
Lah yang kerja sampe lembur dengan sistem shift saja ada kok yang masih menerima upah dibawah upah minimum. Udah, jangan rempong kenapa gak dilaporin ke disnaker setempat.Â
Persoalan perut tak semudah tuntutan  demonstrasi buruh, apalagi jika terkait dengan hak-hak normatif buruh perempuan. Buruh perempuan sebenarnya membuka lapangan pekerjaan baru bagi perempuan lain, dengan hiring ART.
Bayangkan jika mereka yang bekerja di luar harus memberi upah yang sama dengan ART. Sebuah kegilaan jenis baru dong. Tetapi mengupah terlalu kecil juga artinya penganiayaan.Â
Soal upah ART akhirnya kembali ke kesepakatan masing-masing pihak. Umumnya tidak semua orang tahu pacta sunt servanda antara nyonya dan ART. Jikapun tahu hanya akan bisik-bisik saja.Â
ART di Rumah Tangga Kaum Millenial
Posisi tawar ART juga sekarang makin kecil. Karena rumah tangga millenial sudah semakin sedikit menggunakan jasa ART. Rumah kaum millenieal umumnya minimalis sekaligus mini. Tidak memerlukan perawatan ekstra setiap hari.Â
Demikian pula perawatan pakaian. Harga fashion yang cenderung lebih murah dibanding dulu, dengan bahan dan model yang juga simple tidak membutuhkan perawatan ekstra.Â
Mesin cuci, bahkan ada yang portable juga memudahkan untuk perawatan cucian di rumah. Mencuci seminggu sekalipun tidak menjadi masalah, mencuci pakaian sehari-haripun dapat dilakukan sendiri.