Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lestari Hutan, Bukan "Cawa" bagi Warga URL dan IRL

7 April 2019   00:54 Diperbarui: 7 April 2019   02:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keseruan Kompal di Acara Forest Talk (Dok.Travelrien)

Masih dalam suasana peringatan Hari Hutan Sedunia, di hari Sabtu pagi itu tanggal 23 Maret 2019 bertempat di  Kuto Besak Theatre Restaurant (KBTR), kami  Kompasianer Palembang  bersama dengan para blogger serta jurnalis mengikuti sebuah diskusi yang diinisiasi oleh Yayasan Doktor Sjahrir (YDS) dan Climate Reality Indonesia.

Kegiatan ini diselanggarakan dengan dasar pemikiran kritis mengenai kondisi hutan di Indonesia saat ini dimana keberadaan hutan sangat penting bagi keberlangsungan ekonomi Indonesia dan merupakan sektor utama dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Acara berformat talkshow santai namun dengan tema yang tidak juga ringan bertema  "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari Bersama Blogger Palembang". 

Selain talkshow, juga ada  Mini Exhibition produk-produk agroforestry dari desa makmur peduli api, craft penggunaan produk forestry, mini workshop ecoprinting,  demo masak produk forestry hingga icip-icip Kuliner Produk Hutan.

Hadir sebagai pembicaradalam talkshow tersebut Dr. Amanda Katili Niode (Manager Climate Reality Indonesia), Dr. Atiek Widayati  (Tropenbos Indonesia) dan  Ir.Murni Titi Resdiana,MBA, (Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim) dengan moderator: Amril Taufik Gobel.

Hutan dan Emisi Gas Rumah Kaca

Ibu Amanda (Dok.WAG Foresttalk)
Ibu Amanda (Dok.WAG Foresttalk)
Efek pemanasan Global 2018 (Dok. YDS)
Efek pemanasan Global 2018 (Dok. YDS)
Brainstorming luar biasa dari Ibu Amanda sebagai pembicara pertama, beliau dengan gamblang menjelaskan bagaimana perubahan iklim secara global saat ini telah menimpa setidaknya terhadap 60 juta orang yang terdampak cuaca ekstrim, di Indonesia sendiri setidaknya berdampak pada 2.481 bencana yang berdampak pada setidaknya 10 juta orang di Indonesia akibat Gas Rumah Kaca (GRK).

GRK inilah yang memicu pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim  yang menyebabkan bencana dan penghidupan. GRK ini diakibatkan kegiatan manusia yang berlebihan, dan ternyata dari berbagai penyebab Emisi GRK, penyumbang terbesar adalah penggunaan lahan/hutan yang mencapai angka sebesar 61, 6 % dari total penyebab emisi GRK.

Penyebab Emisi GRK (Dok.YDS)
Penyebab Emisi GRK (Dok.YDS)
Efek emisi GRK ini dapat dilihat pada tinggi muka air laut yang meningkat, suhu global yang meningkat,samudra memanas, kejadian ekstrim,pengasaman samudra hingga es meleleh di kedua kutub. Akibat lanjutannya memunculkan instablitas politik dan sosial di berbagai sektor termasuk pangan, air, kesehatan hingga infrastruktur.

Telah banyak solusi yang ditawarkan untuk menghadapi perubahan iklim ini baik secara mitigasi dengan upaya memperlambat proses perubahan iklim global serta mengurangi level gas-gas rumah kaca di atmosfer dan mengurangi emisi dari kegiatan manusia.

Selain mitigasi, manusia juga mengupayakan adaptasi perubahan iklim dengan mengembangkan berbagai cara  utnuk melindungi manusia dan ruang, mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim serta meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim global.

Upaya-upaya tersebut dapat berupa penggunaan energi terbarukan,  meminimalisisr penggunaan kantong plastik, memajukan teknologi kendaraan listrik, termasuk peralihan global ke pola makan yang mengurangi daging dan menambah buah-buahan dan sayur-sayuran.

Berdasarkan Oxford Study di tahun 2015, perubahan pola konsumsi ini dapat menyelamatkan 8 juta hidup manusia pada tahun 2050 serta menghemat biaya kesehatan dan kerusakan iklim sebesar US $ 1,5  trilyun.

Perubahan pola makan untuk mengurangi emisi GRK (Dok.YDS)
Perubahan pola makan untuk mengurangi emisi GRK (Dok.YDS)
Deforestasi dan Cadangan Karbon

Ibu Atiek Widayanti (Dok.WAG Foresttalk)
Ibu Atiek Widayanti (Dok.WAG Foresttalk)
Isu mengenai emisi GRK semakin mengemuka terkait dengan pertemuan G-20 di Pittsburg, Amerika Serikat pada bulan september 2009, serta pada Conference Of the Parties (COP) 15 di Kopenhagen, Denmark pada bulan Desember 2009, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Republik Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 26 % dengan upaya sendiri.

Jika dibandingkan dengan garis dasar pada Bussiness as usual dan sebesar 41 % apabila ada dukungan internasional. Komitmen ini berlanjut dengan penyerahan dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC), yang menyatakan Indonesia akan tetap berkomitmen dalam penurunan emisi sebesar 29 % hingga tahun 2030.

Tentulah upaya ini memerlukan kontribusi semua pihak yang dipaparkan langsung oleh Ibu Atiek Widayanti dari Tropenbos. Beliau menjabarkan mengenai dampak deforestasi, degradasi dan konversi hutan termasuk di lahan gambut memberi dampak yang sangat mengerikan pada ada penurunan penyerapan karbon.

Langkah-langkah ini dapat semakin paripurna dengan combining antara kearifan tradisional dan kemajuan teknologi dalam mencari solusi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ini, terutama pada pengelolan hutan dan lanskap yang berkelanjutan sebagai penyumbang emisi GRK terbesar.

Ia memberikan contoh bagaimana pengurangan karbon jika cadangan karbon di hutan bernilai sebear 200 ton C, sedangkan di semak hanya senilai 15 ton C/ha artinya jika terjadi perubahan hutan menjadi semak artinya 185 ton Karbon per hektar yang berkurang, bayangkan jika 10 Ha, artinya 1.850 ton Karbon yang hilang.

Konversi karbon menjadi CO2 adalah 1 ton karbon sebanding dengan 3,67 ton CO2, jadi jika 10 hektar saja yang berubah dari hutan menjadi semak terjadi emisi karbon sebesar 1.850 Ton x3,67 sebanding dengan 6.800 ton CO2.

Kembali pikiran saya melayang saat ketika saya bandingkan dari data dari Kementrian Kehutanan, dalam Penghitungan deforestasi Indonesia 2009-2011 yang diterbitkan oleh Direktorat Inventariasi dan Pemantauan Sumberdaya hutan, Dirjen Planologi Kehutanan, Kementrian Kehutanan (2012), bahwa pada  periode 1985-1997 saja pengurangan luas hutan di Indonesia sebesar 22,46 juta hektar.

Jjika dirata-ratakan  sebesar 1,87 juta Hektar/Tahun, dan semakin mengerikan melihat data di tahun 1997-2000 menjadi 2,84 juta hektar per tahun, sedangkan  berdasarkan data SPOT vegetation di periode 2000-2005 rata-rata 1,08 juta hektar per tahun. Saya tidak mampu membayangkan begitu besarnya emisi karbon yang diakibatkan oleh deforestasi hanya berdasarkan angka resmi itu saja.

Dampak yang paling terasa di Sumatera Selatan adalah kabut asap yang seolah menjadi agenda tahunan sejak 1991. Untuk tahun 2015 saja Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan parah pada Lahan gambut dimana Di kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Musi Banyuasin menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2015 terdapat 377.365 hektar, termasuk lahan gambut yang angka cadangan  karbonnya dapat mencapai 20 kali cadangan karbon di tanah mineral biasa.

Potensi Ekonomi Kreatif dari Sektor Kehutanan

Ibu Murni Titi Resdiana (Dok. Foresttalk)
Ibu Murni Titi Resdiana (Dok. Foresttalk)

Persoalan kelestarian hutan jelas membutuhkan kerjasama multipihak, tidak hanya dapat bertumpu pada  pemerintah.  Tetapi membutuhkan kerjasa sama yang solid dari organisasi masyarakat sipil dan pihak swasta dan tentu saja masyarakat.

Mengatasi persoalan ini tidak hanya cukup sebatas adu wacana, tetapi perlu langkah nyata.

Di sini para blogger Palembang, sebagai warga baik  di irl (in real life) maupun sebagai masyarakat url (dunia maya) dapat memberikan kontribusi yang nyata untuk mengkampanyekan peran serta masyarakat untuk mendukung pelestarian hutan yang ada dengan mendukung hasil hutan bukan kayu, pemanfaatan jasa ekosistem (hutan), mendukung ekonomi masyarakat tepi hutan, mendukung produksi/produk kayu berkelanjutan.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Murni Titi Resdiana mengajak para blogger Palembang untuk melihat potensi Ekonomi Kreatif dari Sektor Kehutanan. Ia menjelaskan bagaimana sektor kehutanan ini memberikan kontribusi yang besar dalam ketercapaian SDGs yang tertuang dalam Perpres No.59/2017 mengenai Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembengunan Berkelanjutan.

Salah satunya dengan Penyusunan Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) serta Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API).

Salah satu langkah prioritasnyaa adalah dengan mengurangi emisi sektor kehutanan dengan berbagai skema antara lain : Pencegahan Pembalakan Liar, Kebijakan Moratorium, Penanaman di Kawawasan Hutan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Rehabilitasi Mangrove, Reklamasi Lahan Pasca Tambang, Penanaman dengan Tanaman Perkebunan serta Perluasan Perkebunan di Tanah Terlantar.

Skema ini diselaraskan antara  program prioritas pembangunan desa berupa Prukades (Program Unggulan Kawasan Perdesaan), Badan Usaha Milik Desa, Embung Desa serta Sarana Olah Raga Desa.

Baca juga : Dana Desa dalam Pengentasan Kemiskinan di Sumatera Selatan

Banyak potensi yang dapat dikembangkan dengan menanam pohon untuk ekonomi kreatif baik sebagai sumber serat, sumber pewarna alam, bahan kuliner, sumber furniture, sumber barang dekorasi dan sumber minyak atsiri.

Seperti pohon lontar yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku fashion dan kerajinan, daun jati dan kulit secang sebagai pewarna merah alami baik untuk kain ataupun makanan/minuman, ada juga tanaman indigofera sebagaipwwerna biru alami pada kain dan dapat juga enjadi pakan ternak, akar mengkudu juga pewarna merah alami.

Pemanfatanan teknologi juga dapat menaikkan mutu dan manfaat produk kehutanan seperti pemanfaatan pohon kepala  sebagai sumber gula, bahkan perusahaan pembersih terkemuka dunia scotch brite telah mengembangkan penggunaan sabun kelapa sebagai pengganti spons.

Demikian juga pohon nipah yang sejak dulu diamnfaatakaan sebagai sumber gula nira, buahnya dimakan, daunnya menjadi kerajian, saat ini niranya dapat dapat dikembangkan menjadi bio ethanol sebagai bahan bakar.

Penggunaan energi fosil yang berlebihan oleh manusia menuntut inovasi mencari alternatif energi terbarukan, salah satunya kaliandra merah yang dijadikan pellet sebagai pengganti batu bara.Emisi karbon yang dihasilkan pellet kaliandra merah dipercaya jauh lebih rendah dari pada emisi batu bara.

Kebutuhan eco fashion dunia semakin mengemuka menjadi potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan forestry sebagaisumber serat alam seperti serat eucaliptus, serat daun nanas, serat bambu, serat pelepah pisang.

Potensi tanaman sumber minyak atsiri pun senagai tanaman sela pada forestry pun sangat berpotensi untuk dikembangkan, tanaman-tanaman ini memang sudah zaman nenek moyang diamnfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan kosmetik seperti akar wangi, kemuning, daun nilai, cengkeh, sereh lemon, sereh wangi, sisih, mentha, kayuputih, gandapura, jeruk purut, karmie,. Krangean, kemuning, kenikir, kunyit, kunci, selasih, kemangi, biji pala, seledir, alpukat,kapulaga, klausena, kasturi, kosambi, adas, jeruk, jintan, kemukus, anis dan ketumbar, cengkeh, kenanga, ylang-ylang, melati, sedap malam, cempaka kuning, daun seribu, gandasuli kuning, srikanta,angsana, srigading,  kayu manis, akasia, lawang, cendana, masoi, selasihansintok, cemara gimbu, cemra kipas, jahe, kunyit, bangle, baboan, jeringau, kencur, lengkuas, lempuyang sari, temu hitam, temulawak, temu putri, akar kucing, bandotan, inggu, selasi, sudamala dan trawas.

Baca juga : KPH, Cermin Kecil Tata Kelola Hutan Indonesia

Bu Titi juga menjelaskan bahwa perlu peran serta masyarakat terutama ahli di bidang fashion dan kulier memberdayaan masyarakat desa untuk mengembangkan potensi ecoproduct sebagai produk unggulan mereka melalui peningkatan keterampilanm investor dan tentu saja akses market.

Tenun Sabu NTT (Dok.Deddy Huang)
Tenun Sabu NTT (Dok.Deddy Huang)
Satu hal yang membuat miris, marketplace yang ada di Indonesia saat ini memberi prioritas khusus pada ecoproduct. Sempat ada marketplace qlapa yang sangat disayangkan tidak mampu bertahan dengan idealialismenya mengembangkan merketplace khusus budaya seni Indonesia.

Banyak best practice yang dilakukan oleh social preneur dapat dijadikan teladan dan media pembelajaran bersama untuk mengembangkan potensi unggulan desa seperti du'anyan untuk produk anyaman, javara yang mengembangkan potensi kuliner, pengembangan produk fashion dalam eco fashion week Indonesia sebagai upaya untuk pemberdayaan perempuan penenun yang menggunakan pewarna alam, serat aam dan peningkatan kehidupan penenun.

Baca : Ngemil Produk Rawang, Ikut Kontribusi Selamatkan Gambut Sumsel

Pembicara selanjutnya adalah Bapak Janudianto dari Sinar Mas Sustainable Forestry yang menceritakan bagaimana upaya keras dari APP Sinar Mas untuk memenuhi komitmen mereka berperan aktif dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam pencegahan ancaman global perubahan iklim.

Salah satunya melalui tanggung jawab sosial mereka dengan progran Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang diberdayakan secara ekonomi agar turut bertanggung jawab dalam pencegahan deforestasi terutama akibat kebakaran hutan dan lahan.

Saat ini, APP Sinarmas telah mebina sekitar 500 DMPA di beberapa propinsi yang dipilih berdasarkan kriteria:

1. Desa berada dalam hutan konsesi atau berjarak 3 km dari hutan konsesi APP Sinar Mas.

2. Desa yang menggantungkan hidup pada hutan.

3. Desa yang 3 tahun berturut-turut terjadi kebakaran.

Kegiatan foresttalk ini semakin lengkap, jadi kita bukan hanya diajak bincang-bincang tetapi juga diajak untuk melihat-lihat mini exhibition DMPA, juga ecoproduct seperti produk kriya kayu dari mellin gallery, yang memanfaatkan kayu sisa ataupun kayu bekas container menjadi  produk hiasan khas Palembang yang sangat cantik, baik sebagai hiasan rumah ataupun menjadi souvenir.

Juga diperkenalkan produk kain pewarnaan alam dari galeri wong kito, yang merupakan binaan Gamboe Moeba. Produk unggulan mereka adalah jumputan dengan pewarnaan alami memanfaatkan limbah getah gambi serta  produk fashion dengan teknik ecoprint.  Keunggulan produk yang ramah lingkungan ini membuat galeri wong kito dapat diterima bahkan di pasar internasional.

Perlakuan terhadap bahan ecoprint tidak sembarangan (Dok.Bimo Rafandha)
Perlakuan terhadap bahan ecoprint tidak sembarangan (Dok.Bimo Rafandha)
Kami peserta mendapatkan mini workshop ini juga mengenal teknik ecoprint yang memanfaatkan daun sebagai motif sekaligus pewarna alami. Ada dua teknik yakni dengan steam dan pukul.Pada kesempatan ini kami diajarkan teknik pukul. Ternyata, tidak sembarangan untuk membuat motif ecoprint ini, pantas saja harganya tidak murah,memerlukan sense of art yang tinggi juga untuk menghasilkan produk yang berkualitas.

Makin seru saat kita diajak masak produk kehutanan bersama Chef Taufik, saat demo masak kelihatanya mudah sekali pengolahan jamur dan ayam ini. Dengan tampilan yang begitu menggiurkan makin membuat perut keroncongan.

selain praktek masak, seru bareng food photograph (Dok.Pribadi)
selain praktek masak, seru bareng food photograph (Dok.Pribadi)
Sangat berbahagia menjadi bagian dari forest talk with blogger kali ini, membuka wawasan saya. Jika selama ini bicara mengenai perubahan iklim bicara mengenai kekhawatiran, dalam kegiatan ini membuka wacana bahwa banyak cara kita untuk memulai peduli pada kelestarian hutan dimulai dari hal yang terlihat sederhana, dimulai dari diri sendiri dan sekarang juga.

Baca juga : Nikmati Nanas Lokal, Cara Bahagia Lestarikan Hutan

Terima kasih kepada penyelenggara forest talk Yayasan Doktor Sjahrir (YDS) dan Climate Reality Indonesia. 

Kompal Kompak (Dok.Kompal)
Kompal Kompak (Dok.Kompal)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun