Masih lama mau makan,karena memang disunahkan makan sahur itu diakhirkan. Kami biasa memulai makan paling cepat pukul setengah empat, meski di akhir-akhir ini lebih sering pukul empat, karena subuh di Palembang setengah lima lewat.
Jadi kami menunggu waktu makan dengan minum minuman hangat.
Tiba-tiba "greeeekkk....ngiiiingggg" suara toa depan masjid terdengar dihidupkan lalu dilanjutkan dengan teriakan "bapak, ibu, kakek, nenek, mamang, bibi, banguuunnnnn...sahurrrrrr".
Hiks.. mau ngomong apa, mereka mungkin gak dengar begitu kerasnya dari dalam masjid. Posisi rumah kami yang tanahnya lebih tinggi  dari masjid, suara toa yang frekuensinya entah berapa itu terdengar lantang banget.
Sudah selesai? Belumlah, lalu terdengar suara cekikikan.
Mataku langsung ke arah anakku "aku gak bakalan ikut-ikutan kayak gitu kok"tiba-tiba anakku buka suara seolah membaca pikiranku.
"Mereka itu cuma senang pegang mic aja,Nda"sambungnya mulai ghibah.
"Waduh..bangunin sahur itu cara eksis gitu?"simpulku cepat.Dia cuma jawab dengan lirikan mata, karena dia sudah sibuk menghidupkan gamenya.
Obrolan 1 ramadan gak penting banget, soal eksistensi generasi.
Eh..tapi ia juga sih, tak terdengar suara anak-anak dari mic masjid tempat anakku mengaji yang berjarak kurang lebih 800 meter dari rumahku.
Boleh jadi karena anak-anak di masjid itu memang diberi kesempatan pegang mic, misal dengan unjuk kemampuan mengaji atau shalawat terutama saat shalat jumat secara bergantian.