Mohon tunggu...
Karon Marantina Purba
Karon Marantina Purba Mohon Tunggu... Auditor - Profesional

Profesional yang berminat juga di bidang tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hati yang Gembira adalah Obat

6 Juli 2018   16:32 Diperbarui: 2 Agustus 2019   13:06 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat adalah pernyataan yang seringkali kita dengar. Namun sebaliknya juga di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat. Seringkali penyakit disebabkan oleh pikiran. Stress bisa memicu banyak penyakit. Banyak penelitian ilmiah baru yang menunjukkan bahwa stress dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh. Stress dalam jangka panjang tidak hanya dapat menyebabkan penyakit jantung dan tekanan darah tinggi, tetapi juga berkaitan dengan menjadi pikun, fungsi kekebalan tubuh berkurang, dan berbagai penyakit lainnya.

Jangan heran yang tadinya tidak punya penyakit menjadi sakit karena sering mengalami stress. Tapi bahkan yang sudah dinyatakan sakit bisa mengalami kesembuhan atau memperpanjang harapan hidup dengan adanya hati yang gembira, rasa optimisme, semangat dan sikap positif, tentu saja dengan dibarengi  terapi yang tepat. Saya melihat hal ini nyata dengan orang orang di sekitar saya, bahkan saya  sendiri. Ya saya memang bukanlah orang yang gampang stress dengan keadaan dan situasi yang ada, walaupun namanya dalam hidup tidak akan pernah lepas dari masalah, selalu ada hikmahnya, berpikir positif dan cari solusi yang terbaik. Maka benarlah jika dikatakan "Hati yang gembira adalah obat"

Saya memiliki seorang kerabat selalu diikuti rasa tidak puas, kuatir dan merasa bahwa hidup ini tidak adil sehingga merasa tertekan. Seringkali mengalami insomnia, sakit kepala dan sesak napas luar biasa. Padahal kalau dicek ke dokter, hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya penyakit serius.

Berbeda dengan salah seorang rekan yang beberapa waktu lalu didiagnosa mengalami kanker stadium awal. Saya berbincang dengannya seputar penyakit yang sedang dialaminya dan bagaimana dia menjalaninya. 

Saya penasaran dengan perasaannya ketika divonis kanker lidah.  Dia menjawab dengan expresi tenang, "Ya tentu saja  sedih ya, tapi dihadapi dengan tenang saja. Saya pikir saya masih bersyukur saya mengetahuinya masih stadium awal, masih banyak kesempatan untuk melakukan pengobatan."

Aku tidak menemukan perubahan yang signifikan dalam kegiatannya saat ini, kecuali memang harus menjalani pengobatan atau konsultasi ke dokter.

Dia tetap bekerja, berbincang, tersenyum biasa walaupun memang sedikit agak terbatas dalam berbicara. Memang saya melihat ada benjolan di sebelah kiri lehernya. Menurut dia, sakit di lidahnya bermula dari tanpa sengaja tergigit dan kemudian luka dan menyebabkan sariawan berkepanjangan, dan akhirnya sampai kepada diagnosa kanker lidah. Namun sampai saat ini saya tidak melihat wajah kuatir atau seperti tampang orang sakit di sana. Dia tersenyum optimis dan mengatakan harus tetap bersikap positif dan bersukacita.

Saya melanjutkan pembicaraan dengannya seputar perkembangan pengobatannya. Dia sudah menjalani kemoterapi pertama. Setelah kemoterapi yang pertama, sudah mengalami perbaikan dimana sebelumnya dia sulit bicara semakin membaik dan sebelumnya lehernya kaku sudah membaik juga Kemoterapi akan dilakukan sebanyak 3 kali. Sejauh ini pengobatan yang dilakukan masih berjalan dengan baik. Satu hal yang membuat dia gembira dan semakin optimis pula.

Dia juga sangat mensyukuri adanya BPJS, sehingga biaya pengobatan yang seharusnya menjadi beban semuanya gratis.  "BPJS sangat membantu dan pelayanannya juga cukup bagus," jelasnya padaku.  Seandainya  tidak maka biayanya akan sangat besar.

Menarik, ketika dia berkata bahwa ketika menjalani pengobatan, dia juga banyak belajar untuk bersyukur ketika melihat kondisi orang lain yang sakit. "Ternyata di balik setiap kejadian selalu ada yang bisa disyukuri" ucapnya tersenyum tanpa beban. Dan saya yang berada di dekatnya juga merasakan rasa optimisme yang membangkitkan harapan. Minimal dengan adanya optimisme dan rasa positif membuatnya tidak tertekan menjalani hal ini, yang memungkinkan akan memperburuk kondisinya.

Pada akhir perbincangan  kami , saya  berkata   "Memang hati yang gembira adalah obat ya".  "Benar sekali, "ujarnya. "Tinggal saja kita harus bisa melihat bahwa selalu ada alasan untuk mengucap syukur sehingga tetap bergembira"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun