Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Rem ke Gas: Saatnya Komite Sekolah Jadi Alselererator Kualitas, Bukan Sekadar Legitimator

24 Mei 2025   12:32 Diperbarui: 24 Mei 2025   12:32 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saatnya Komite Sekolah Jadi Akselerator Kualitas, Bukan Sekadar Legitimator (Sumber: Freepik)

Dari Rem ke Gas: Saatnya Komite Sekolah Jadi Akselerator Kualitas, Bukan Sekadar Legitimator

“Sebuah sistem pendidikan yang baik bukan hanya dilihat dari kurikulumnya, tetapi dari keberdayaan semua aktor di dalamnya.”

Oleh Karnita

Pendahuluan:  Menyambut Gagasan Konstruktif Pak Jujun Junaedi

Tulisan Pak Jujun Junaedi berjudul Komite Sekolah Bukan Rem, tetapi Gas Kualitas Pendidikan (Kompasiana, 22 Mei 2025) hadir sebagai oase segar di tengah wacana pendidikan yang kerap terjebak dalam ruang-ruang administratif. Gagasannya bukan hanya terstruktur rapi, tapi juga kuat secara narasi dan relevan dengan realita. Di saat kritik terhadap pendidikan sering berujung keluh kesah, Pak Jujun justru menawarkan pencerahan praksis: bahwa Komite Sekolah adalah “gas”, bukan “rem”, seperti yang selama ini disalahpahami.

Saya sepakat, bahkan sangat mendukung, bahwa Komite Sekolah bukan sekadar penonton pasif dalam gelanggang pendidikan. Mereka adalah jembatan—atau dalam bahasa yang lebih elegan: penguat nadi dialog antara sekolah dan masyarakat. Namun, justru karena sepakat itulah, izinkan saya menyambung napas tulisan ini, dengan beberapa catatan kecil yang semoga bukan cela, melainkan pelengkap.

Komite Sekolah Bukan Penumpang, Tapi Pengemudi Kedua

Empat pilar fungsi Komite Sekolah yang dikutip dari Permendikbud No. 75 Tahun 2016 memang sudah sering jadi bahan sosialisasi. Namun, jarang ada yang mengemasnya secerdas Pak Jujun: humanis, kontekstual, dan tetap legalistik. Ketika Komite Sekolah diposisikan sebagai mitra strategis, bukan hanya stempel legalitas, maka arah kebijakan sekolah akan lebih inklusif dan membumi.

Bayangkan saja jika dalam penentuan sistem evaluasi siswa, suara orang tua yang tergabung dalam Komite benar-benar didengar, bukan sekadar dicatat. Maka, kebijakan sekolah pun akan terasa lebih “memiliki wajah”—ada wajah komunitas, wajah anak, dan wajah lokalitas yang selama ini sering diabaikan.

Komite  Sekolah Jangan Terjebak Simbolisme Tanpa Transformasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun