Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyirami Hari Ini, Memetik Masa Depan: Sebuah Renungan dari Lapangan SMAN 13 Bandung

19 Mei 2025   12:17 Diperbarui: 19 Mei 2025   13:24 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyirami Hari Ini, Memetik Masa Depan (Dok. Humas 13)

Menyirami Hari Ini, Memetik Masa Depan: Sebuah Renungan dari Lapangan SMAN 13 Bandung

“Kita tidak sedang menunggu masa depan. Kita sedang menanamnya.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Upacara Senin pagi, 19 Mei 2025, dimulai tepat pukul 06.30, diawali persiapan tertib sejak 06.20. Suasana lapangan masih diselimuti udara pagi yang sejuk, sementara para siswa berdiri dalam barisan dengan wajah serius namun tenang. Dari kejauhan, tampak bahwa pagi itu bukan sekadar rutinitas hari Senin, melainkan ruang di mana kedisiplinan dan kehormatan menyatu dalam satu gerak.

Tim pelaksana dari kelas XI-7 menjalankan tugas mereka dengan apik. Gerakan mereka rapi, komando jelas, dan transisi berlangsung lancar. Kalaupun ada sedikit kekurangan, itu sama sekali tidak mengurangi kekhidmatan upacara. Justru dari pelaksanaan yang nyaris tanpa cela ini, tersirat bahwa latihan hari Kamis dan Jumat sebelumnya, bersama wali kelas mereka Ibu Ayu Hardianti, S.Pd—guru Sosiologi yang penuh dedikasi—telah membuahkan hasil yang nyata. Memang, latihan yang sungguh-sungguh tak pernah mengkhianati hasil.

Sementara itu, Tim Paduan Suara menunaikan tugas dengan kesungguhan yang memukau. Mereka mengiringi Indonesia Raya, memandu hening cipta dengan khidmat, lalu melantunkan “Rayuan Pulau Kelapa” karya Ismail Marzuki dengan lembut—hingga bulir air mata pun mengalir tanpa terasa. Sebagai penutup, “Mars SMAN 13 Bandung” dinyanyikan penuh semangat, membangkitkan harapan, dan meneguhkan cinta almamater. Setiap bait tak hanya menggema di lapangan, tapi juga menyentuh batin siswa—membangkitkan kebanggaan dan tekad melangkah lebih jauh.

Penulis merasa perlu mengulas amanat Ibu Ayu karena isinya menyentuh hal yang sangat relevan dengan realitas siswa saat ini: kecenderungan menunda dan mengabaikan masa depan. Dalam suasana khidmat, beliau menyampaikan pesan sederhana namun penuh urgensi. Bukan sekadar motivasi, tapi ajakan reflektif untuk melihat bahwa masa depan dibentuk dari kebiasaan hari ini—dan itu adalah potret nyata yang banyak siswa belum sadari.

Sebuah Pohon Bernama Masa Depan

Dalam suasana khidmat itulah, Ibu Ayu berdiri sebagai pembina upacara. Setelah mengucap syukur dan melantunkan sholawat, beliau menyapa hangat seluruh peserta: kepala sekolah, para wakil,  kepala arsiparis,  staf, para guru,  jajaran arsiparis, pelaksana upacara kelas XI-7, serta seluruh siswa kelas XI. Lalu, ia menyampaikan amanat yang lebih terdengar seperti renungan seorang ibu kepada anak-anaknya—bukan sekadar petuah formal dalam upacara sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun