Mohon tunggu...
Karmani Soekarto
Karmani Soekarto Mohon Tunggu... Novelis - Data Pribadi

1. Universitas Brawijaya, Malang 2. School of Mnt Labora, Jakarta 3. VICO INDONESIA 1978~2001 4. Semberani Persada Oil 2005~2009

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Mega Gempa terhadap Bendungan

9 Maret 2018   07:11 Diperbarui: 9 Maret 2018   07:22 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru baru ini melalui acct Twetter bpk Sutopo Purwo Nugroho @Sutopo_PN sbg Juru Bicara BNPB, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB 5 hari lalu atau 4 Mar 2018 mentweet sbb : Potensi gempa 8,7 SR tidak akan terjadi di wilayah Jakarta. Tetapi potensi itu ada di Selat Sunda bagian selatan dan selatan Jawa. Jika itu terjadi akan berdampak di Jakarta. Tingkat kesiapsiagaan pemda dan masyarakat Jabodetabek masih rendah dalam menghadapi gempa besar.

Langsung aku teringat akan dua hal, pertama teringat saat aku masih duduk di kelas II SMA Gayatri Tulungagung th 1963 ketika guru mata pelajaran Ilmu Bumi Alam Falak bpk Puspa Binatmo mengatakan lapisan Bumi terbagi dua, lapisan luar SIMA dan lapisan dalam SIAL, Silicium Magnesium dan Silicium Almunium. 

Oleh karena bumi berputar pada porosnya dari Timur ke Barat tentu lapisan luar SIMA lebih cepat dari pada lapisan dalam SIAL berputar dalam waktu yang sama. Mudahnya memahami adalah dengan melihat putaran roda sepeda; putaran antara ban (SIMA) dengan putaran poros (SIAL) tentu lebih cepat putaran ban dalam waktu yang sama, putaran ban sekali berputar kalau diukur akan mencapai panjang lebih dari satu meter sementara putaran poros hanya beberapa centi meter saja. 

Mudah dipahami bukan?
Akibat dari perbedaan jarak tempuh tentu akan terjadi tumbukan pada kedua lapisan SIMA dan SIAL yang pada akhirnya akan penimbulkan lipatan dan patahan.

Lipatan inilah yang membentuk pegunungan di bagian Barat dari sebuan kepulauan pada jaman dahulu misalnya saja Pegunungan Bukit Barisan juga Pegunungan Coldiras de Los Andes semua membentang di sisi bagian Barat bukan di sisi bagian Timur sebagai akibat dari putaran bumi dari Timur ke Barat.

Sedangkan Patahan akan membentuk tanah terban atau tanah turun, yang saat itu dalam pelajaran Ilmu Bumi Danau Toba dinyatakan sebagai akibat dari tanah terban, bahkan dalam soal ujian sekalipun.

Guruku juga mengingatkan saat itu bila terjadi Lipatan dan Patahan (tentu yang dimaksud adalah Gempa Tektonik) di Pulau Sumatra dapat dipastikan akan terjadi Gelombang Pasang yang dahsyat maklum saat itu belum dikenal nama Tsunami. 43 tahun kemudian pernyataan guruku itu terbukti Tzunami Aceh 2006 sbg akibat tanah terban didalam laut yang panjangnya hampir menyamai panjangnya Pulau Djawa walau sebenarnya juga terjadi Gelombang Pasang yang tidak sebesar Tzunami Aceh 2006.

Kembali pada pernyataan bpk Sutopo Purwo Nugroho kemudian aku juga teringat hal yang kedua saat perjalanan naik KA yang sering aku lakukan dari th 1965 spi dg 1970 dari Kota Tulungagung ke Malang yang selalu melewati lembah Karang Kates sebelum pembuatan Bendungan Karang Kates terwujud melalui biaya Pampasan Perang sampai selesainya pembuatan bendungan hingga dipindahkan jalan rel KA tidak lagi melewati lembah Karang Kates. 

Waktu melewati lembah Karang Kates saat berlangsungnya proyek bendungan banyak penumpang yg melongokkan kepala mereka melalui jendela KA sekedar melihat sebongkah batu andesit debesar gajah yang tidak mampu dihancurkan oleh ledakan dinamit yang kata orang konon batu tersebut adalah tempat bertapa sang Patih Gajah Mada. Wallahu alam bi showab.

Oleh karena seringnya melewati lembah Karang Kates maka aku tahu letak ketinggian bendungan itu diatas permukaan air laut dengan melihat ketinggian Statsiun KA Pokgajih 205 M DPL.

Melihat letak ketinggian bendungan Karang Kates dihubungkan dengan tulisan bpk Sutopo Purwo Nugroho aku mulai berpikir apakah bendungan tersebut mampu menahan goncangan gempa pada 7 SR, sehingga aku tulis tweet atas tweet bpk Sutopo PN sbb: Pak mo nanya Bendungan Karang Kates tertelak di Kab Malang di ketinggian 205 Mtr DPL yg dibangun dr pampasan perang. Kuatkah menahan goncangan spi 7 SR. Klo bend ini jebol bisa dibayangkan kota2 yg akan tersapu air bah spt Blitar, Tulungagung, Kediri. Apa yg hrs dilakukan Pemda?

Tweet tersebut blm mendapat tanggapan dari beliau dan mohon diingat tweet tsb agar tidak dianggap untuk menakut nakuti, aku kira wajar sebagai pertanyaan atas suatu pernyataan.

Bagi Kota Jakarta adalah wajar bila Gedung Bertingkat secara berkala mengadakan pelatihan evakuasi bila terjadi kebakaran bagi seluruh karyawan yang bekerja pada Gedung Bertingkat tsb maupun tamu yg datang pada saat pelatihan kebakaran yang melibatkan Pemadam Kebakaran dg sirene meraung raung datang di tempat pelatihan dengan catatan waktu tempuh, Kepolisian guna merekayasa lalin dan keamanan, Team Kesehatan; kalau saja kini ditambah dengan pengetahuan kegempaan dan penyelamatan diri dari gempa tentu wajar saja dari pada mereka yang tidak pernah berlatih sama sekali.

Tetapi bagaimana pelatihan terhadap penduduk yg demikian padat di sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas di Pemkab/Kot Blitar dengan ketinggian 167 M , Tulungagung dengan ketinggian 85 M, Kediri dengan ketinggian 68 M?

Dapat dipastikan bila bendungan jebol pada ketinggian 205 M tentu Air Bah akan menerjang apapun yang menjadi perintang pada sasaran daetah aliran sungai yang lebih rendah. Jangan sampai pameo semasa kecilku "Blitar dadi Latar, Tulungagung dadi Kedung, Kediri dadi Kali" Blitar menjadi datar seperti halaman, Tulungagung menjadi palung, Kediri menjadi sungai muncul lagi setelah 65 tahun tak kedengaran.

Sudah saatnya kini Pemda/Kot Blitar, Tulungagung dan Kediri memikirkan bagaimana kalau terjadi mega gempa sehingga mampu menjebol bendungan Karang Kates? Namanya buatan manusia tentu ada titik lemahnya thd bencana mega gempa yg entah kapan akan terjadi. Ingat kasus Lusi, Lumpur Sidoardjo yang tidak pernah terhenti menyembur.

Misalnya saja dimulai dengan memasukkan mata pelajaran tentang kegempaan pada sekolah dasar, memberikan pelatihan secara berkala tentang evakuasi bila terjadi banjir bandang spt halnya anak sekolah di negeri Sakura. Menjalin komunikasi dg pihak Bendungan Karang Kates bila terjadi gempa tentang keadaan bendungan bila terjadi kebocoran bendungan dengan memanfaatkan Tehnologi Informasi, dehingga masih tersedia waktu utk evakuasi .

Jangan saling menyalahkan bila mega gempa terjadi sementara Pemda/Kot belum siap menghadapi. Lebih baik terlambat berlatih menghadapi dampak mega gempa dari pada tidak berlatih sama sekali.

Kita bisa melihat contoh Walkot Bogor beberapa minggu lalu, yang memberikan halo halo terhadap ketinggian air di Pintu Air Katulampa terhadap penduduk di bantaran Sungai Ciliwung pada khususnya dan warga Jakarta pada umumnya bahwa diperkirakan 8 jam kemudian air akan menggenangi sebagian wilayah DKI. Foto Walkot Bogor tersebut sempat viral di medsos.

Sekali lagi kami minta agar tulisan ini tidak dianggap menakut nakuti warga terdampak, tetapi menjadikan pembelajaran kedepan yang lebih baik terhadap keberadaan seluruh bendungan di Indonesia mengingat letak Indonesia di jalur gempa. Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun