Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca dan (Kadang-kadang) Menulis di karlawulaniyati.com

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Orangtua Meminta Anak Tutup Mata Saat Menonton

12 Januari 2019   12:40 Diperbarui: 12 Januari 2019   12:43 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tutup matanya !" semua yang berstatus anak menutup mata dengan telapak tangan, walau tidak jarang mengintip dari celah jari karena penasaran kenapa sampai dilarang melihat.

Itu adalah rangkaian kejadian kalau menonton yang ada adegan dewasa 17 tahun keatas, maka yang beratatus di bawah 17 tahun spontan disuruh menutup mata oleh orang tua jika menonton bareng dengan mereka. Saya tidak tahu apa sekarang masih berlaku menutup mata karena ini berlaku saat saya masih remaja. Namun anak saya terutama si bungsu masih suka melakukan menutup matanya kalau sedang menonton bareng dengan saya.

Apa menutup mata manjadi rangkaian sex education yang disembunyikan karena orang tua merasa anak belum waktunya mengkonsumsi sajian yang mengarah ke sex ?.

Hal yang ditabukan dulu sudah tidak bisa diterapkan sekarang ini. Sex education bagi anak menjelang mereka baligh sudah harus menjadi daftar yang tidak boleh dilewatkan orang tua zaman sekarang.

Karena rasa penasaran mereka yang tinggi jika tidak diterangkan dengan baik oleh orang tua mereka akan mencari tahu sendiri karena akses informasi sekarang ini sangat mudah dan cepat.

Dengan internet akan menghubungkan ke berbagai informasi dengan cepat, mudah, bermanfaat, merusak, berguna, sampah, apapun yang dikendaki informasi bisa didapat tanpa saringan. Apalagi jika pemakaian internet tidak diawasi oleh orang tua.

Yang tadinya hanya mencari penyebab mereka diharuskan menutup mata saat menonton dan ada adegan yang bukan untuk konsumsi anak-anak malah bisa merambat kemana-mana.

Yang sering menjadi tabu adalah orang tua menyangka bahwa sex education terkesan mengajarkan sesuatu yang vulgar, mesum, atau jorok. Padahal sex education tidak melulu masalah hubunga sexual. Bagaimana mereka mempelajari perbedaan gender, menangani apa yang akan mereka hadapi seperti ciri memasuki gerbang baligh itu kalau perempuan haid sedangkan laki-laki mimpi basah, apa yang harus dilakukan saat mengalaminya sehingga mereka tidak panik. Bagaimana dan akibat jika melakukan pergaulan bebas, dan informasi lain berkaitan dengan itu.

Tentang sex education sudah banyak dibahas para ahli yang berkompeten, tinggal para orang tua mau mempelajarinya. Sehingga bisa memberikan pelajaran bagi anak-anaknya.

Memang sebagai orang tua harus mau juga menerima pertanyaan yang membuat loading beberapa saat jika anak bertanya yang mengagetkan menurut versi orang tua seperti bagaimana seorang anak bisa ada.

Buat saya bukan hal yang tabu jika tidak bisa menjawab pertanyaan anak, bukan karena tidak tahu tetapi merangkai kalimat penjelasan yang bisa diterima anak itu bukan satu hal yang mudah. Tanpa menghakimi, tanpa melecehkan pertanyaan anak tetapi bisa memberikan penjelasan yang mencerahkan sehingga anak mengerti apa yang ditanyakan. Biasanya saya meminta waktu.dan saya bilang saya mencari jawabannya terlebih dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun