Mohon tunggu...
Karimatunnisa
Karimatunnisa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lepaskan segala sesuatu demi Tuhan, tetapi jangan pernah melepaskan Tuhan demi segala sesuatu

Selanjutnya

Tutup

Diary

Quarter Life Crisis Versiku (Perempuan 22 Tahun)

14 Februari 2021   20:09 Diperbarui: 14 Februari 2021   20:18 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini aku sudah berusia 22 tahun, yah kalau kata kebanyakan orang sih masa-masa "Quarter Life Crysis". Pada masa saat ini banyak sekali kekhawatiran yang muncul. Memang sih gak semua orang akan menghadapi hal seperti ini. Tapi aku pribadi sering mengalami kekhawatiran ini. 

Aku ingin memulai cerita dari pengalamanku ketika Sekolah Dasar. Dulu ketika SD aku cukup menjadi siswa yang aktif, baik secara akademik maupun non akademik. 

Aku masih ingat, bahwa dulu aku termasuk siswa berprestasi dan selalu aktif ikut Pramuka. Sebetulnya ketika aku ikut Pramuka sering ditentang oleh orangtua karena selalu berhubungan dengan hal yang membuat mereka khawatir, seperti misalnya kemah. Tapi waktu itu aku masih kekeh ikut Pramuka sampai aku lulus SD.

Ketika masuk Sekolah Menengah Pertama atau SMP, orangtua ku memintaku bersekolah di sekolah pilihan mereka. Bukan pilihanku. Awalnya mereka berjanji aku berhasil masuk disekolah pilihanku, mereka akan mengijinkan. Memang sih sebetulnya aku masuk, tapi mereka gak menepati janji itu. Aku adalah perempuan yang sangat suka dengan kegiatan olahraga atau outdoor. 

Jadi ketika SMP aku mulai aktif ikut olahraga Volly, bahkan aku sempat diberi kesempatan untuk berpartisipasi sebagai perwakilan kabupaten. Tapi sialnya, aku takut menerima kesempatan itu. Sebelumnya aku sering bercerita kepada orangtuaku, bahwa aku mahir dan suka olahraga Volly. Respon mereka adalah, "seperti itu saja bangga?"

Memang harusnya mentalku lebih kuat saat itu, tapi nyatanya aku terlalu mudah menyerah pada pilihan. Sejak respon orangtuaku seperti itu, aku mulai menjadi siswa perempuan yang nakal dan kurang mengembangkan potensiku. Aku bukan menyalahkan kedua orangtuaku, akupun juga masih ragu apakah mereka menjadi salah satu faktor nya??

Singkat cerita pengalamanku masuk Sekolah Menengah Pertama atau SMA juga sama dengan ketika aku masuk SMP. Yup!! Aku berhasil masuk sekolah pilihanku tapi orangtua kekeh menyekolahkan aku di sekolah pilihan mereka yaitu "Mondok". Di sana aku tidak menjadi perempuan yang orangtuaku impikan, justru aku membuang waktu ku belajar. 

Aku bermain terus menerus dan bahkan hampir dikeluarkan. Aku kehilangan arah tapi tak sadar kala itu. Masa SMA ku kala itu banyak terbuang untuk bermain yang tidak ada hasilnya. Aku sempat ingin meneruskan ketertarikanku di bidang olah raga dengan kuliah di keolahragaan, tapi lagi-lagi orang tua tidak merestui. Aku pun juga menyerah begitu saja.

Akhirnya aku berkuliah di jurusan pilihan orangtuaku dan saat ini sudah berhasil menyelesaikannya, tapi aku nggak mahir. Aku mulai sadar untuk menentang pilihan orang tuaku ketika berumur 22 tahun saat ini. Karena pengalamanku beberapa tahun lalu hanya membuatku kehilangan arah. Mereka memilihkan sesuatu untukku tapi tak pernah memberiku arahan. 

Saat ini aku pun masih tidak tahu harus memulai dari mana lagi, tapi saat ini aku beruntung untuk sadar bahwa segala keputusan ada ditanganku. Segala respon harus aku yang bisa mengontrol, sekalipun orangtuaku. Aku tahu mereka menyayangiku, aku pun sebaliknya. Menentang pilihan mereka bukan berarti durhaka, tapi memberikan opsi yang terbaik untuk diri kita dan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun