Mohon tunggu...
Karen Wedar
Karen Wedar Mohon Tunggu... Sekretaris - Penulis

Mencoba belajar menyukai menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gunung Baru di Pulau Jawa

16 Januari 2018   18:29 Diperbarui: 16 Januari 2018   18:35 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu, 17 September 2017

Saya memulai perjalanan menuju Tempat Pembuangan Sampah Terpadu di Bantargebang, Bekasi. Perjalanan kali ini cukup menantang, karena begitu mendengar kata Bantargebang pasti yang terlintas dalam benak adalah kondisi yang bau dan kotor.

Saya memulai perjalanan saya dari stasiun Cakung pukul 09.15 menuju stasiun Bekasi, rupanya angkutan menuju area Bantargebang ini cukup sulit di dapat, sehingga saya dan teman saya memilih untuk menggunakan transportasi mobil online menuju lokasi.

Kurang lebih 30 sampai 40 menit kami menikmati perjalanan dan tidak terasa sampai di pangkalan IV dengan ekspresi yang sangat kaget karena gunung sampah sudah terlihat dan sangat dekat dari kendaraan kami.

Cukup murah menggunakan mobil online dari stasiun Bekasi sampai pangkalan IV Bantargebang, karena hanya di bandrol harga Rp40.000,- saja. Dengan semangat dan niat hati yang besar, saya mencoba memandangi sekeliling pangkalan IV dengan seksama. Bau yang dihasilka dari sampah yang menggunung cukup terasa pada jarak 500meter.

Cukup unik memang, dengan tumpukan sampah yang hampir seluas lapangan sepak bola ini bau busuk hanya tercium kurang dari 1 kilo. Rupanya berdasarkan klarifikasi warga setempat, bau busuk akan merebak sejauh 20kilometer ketika hujan turun.

Usai kagum dengan pemandangan sampah di kanan dan kiri, saya mencari tempat penjual makanan atau kopi. Melihat ada gubuk makan yang sederhana, saya mampir untuk makan siang. 

Rupanya makanan yang disediakan hanya mie instant dan juga kopi. Dengan terpaksa, saya mengiyakan makanan instant tersebut. Kondisi rumah makan yang hanya gubuk, juga banyak lalat membuat saya sedikit risih dan sibuk mengusir lalat agar tidak menyentuh makanan saya.

Kurang lebih 30 menit kami menghabiskan waktu untuk menikmati makanan dan melihat sekeliling, saya menemukan sesuatu yang menarik di sekitar gubuk makan. Sebuah rumah yang cukup besar, namun banyak kendaraan hilir mudik bergantian dengan membawa plastik, juga pemulung yang keluar masuk rumah tersebut.

Setelah saya mengamati dan bertanya kepada ibu penjaga gubuk, rupanya itu bukan rumah melainkan pabrik plastik milik swasta. Dengan mantap hati saya meminta ijin kepada pegawai plastik tersebut untuk melihat proses pendauran plastik.

Ditemani oleh Erik, salah satu karyawan pabrik, saya mengelilingi pabrik plastik tersebut. Rupanya sampah sampah plastik yang tidak dapat terurai, di daur ulang oleh pabrik ini menjadi biji plastik, sehingga dapat dijadikan bahan-bahan yang kita tau telah dijual dipasaran seperti botol plastik minuman, plastik kresek, bungkus makanan ringan,dll. Itu semua merupakan hasil daur ulang dari sampah plastik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun