Mohon tunggu...
Hanny Kardinata
Hanny Kardinata Mohon Tunggu... Desainer -

Pendiri situs pengarsipan Desain Grafis Indonesia (dgi.or.id), penulis buku Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia (2016).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karena Kita Sekalian Bersaudara (2)

15 Juli 2017   12:36 Diperbarui: 26 Juli 2017   15:27 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
2. Samereh Alinejad, ibu Abdolah Hosseinzadeh (kanan) membantu melepas penutup mata dan tali yang menjerat leher Bilal Gheisari (tengah), yang dijatuhi hukuman mati karena membunuh anaknya pada tahun 2007. Sumber: New York Post, nypost.com.

[Sambungan dari Karena Kita Sekalian Bersaudara (1)]

Beroleh kedamaian dalam memaafkan

"The murderer was crying, asking forforgiveness. I slapped him in the face. That slap helped to calm me down. Now that I've forgiven him, I feel relieved." ---Samereh Alinejad

 Keindahan dalam maaf-memaafkan juga menjadi klimaks yang dramatis di Iran, sebuah negeri yang hingga tahun 1935 masih disebut Persia itu.

Royan, Iran Utara, 15 April 2014. Pembunuh anaknya itu berdiri di atas kursi di bawah tiang gantungan; tangannya diborgol, sementara tali jerat melingkar di lehernya. Ratusan orang di luar penjara menanti detik-detik menegangkan ketika sang ibu, Samereh Alinejad akan menggunakan haknya menendang kursi itu.

Namun setelah tujuh tahun mendambakan balas dendam, di saat takdir si pembunuh sepenuhnya berada di genggaman, Alinejad justru memaafkan Bilal Gheisari. Sebuah keputusan yang telah membuatnya menjadi pahlawan di kota kelahirannya, Royan, di tepi Laut Kaspia itu. Sejumlah spanduk digelar di jalan-jalan memuji belas kasih keluarganya. Dua minggu setelah adegan dramatis di tiang gantungan itu, para simpatisan masih berlalu lalang didepan rumahnya mengelukan dia dan suaminya.

Pada hari yang telah ditentukan itu, Alinejad berjalan pelan menuju tiang gantungan. Keluarga Gheisari berada di antara kerumunan penonton. Di balik penutup matanya, Gheisari terisak-isak. Untuk terakhir kalinya ia memohon pengampunan.

"Forgive me, Aunt Maryam,"pintanya.

Alinejad mendekati Gheisari. Tanyanya dengan berang:

"Apakah kamu mengasihani kami? Apakah kamu telah berbelas kasih kepada anak kami?"

Yang disambungnya: "Kamu telah merenggut kebahagiaan kami. Mengapa kami harus berbelas kasihan kepadamu?"

Ia menatap Gheisari dengan gusar, lalu menamparnya.

Setelah itu, bersama suaminya ia melepas tali jerat dileher Gheisari (Gb. 2). Dengan langkahnya itu ia membatalkan hukuman mati Gheisari.

Beberapa orang dalam kerumunan bertepuk tangan. Lainnya terdiam karena terkejut tak menyangka.

Hukuman Gheisari kemudian diubah menjadi 12 tahun penjara, di mana separuhnya telah ia jalani.

Alinejad dan suaminya juga tidak berkenan menerima uang yang telah dikumpulkan oleh para dermawan atas nama Gheisari (blood money).[i] Mereka merekomendasikan penghibahannya ke badan-badan amal, serta bagi pengembangan sekolah-sekolah sepak bola di kotanya. Suami Alinejad, Abdolghani Hosseinzadeh adalah selebriti sepak bola yang mengajar anak-anak bermain sepak bola. Anaknya, juga pembunuh anaknya itu adalah muridnya.

Dalam suatu wawancara, Alinejad menggambarkan betapa leganya ia dengan keputusannya itu:

"Tamparan itu membuat saya merasa semua kemarahan yang menumpuk di hati saya selama bertahun-tahun seperti tiba-tiba tercurahkan. Saya merasa damai. Dan tak lagi berpikir tentang balas dendam."


[Bersambung ke Karena Kita Sekalian Bersaudara (3)]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun