Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dusta Berlapis Gula: Menguak Penipuan Industri Makanan Olahan

16 Juli 2021   18:31 Diperbarui: 16 Juli 2021   19:28 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kriiing... Kriiing!!!

Dering jam weker membangunkan Anda pukul enam pagi. Anda bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badan kemudian menuju lantai bawah. Di sana, segenap keluarga sudah menunggu beserta sarapan yang siap dihidangkan. Setangkup roti panggang beroles margarin, semangkuk sereal, segelas susu cokelat hangat. Anda pun duduk dan menyantap sarapan sembari berbincang dengan keluarga, kemudian berpamitan untuk berangkat ke sekolah, kampus, tempat kerja, maupun urusan lainnya...

    Demikianlah yang mungkin tergambar di benak kebanyakan orang mengenai sarapan yang ideal. Sarapan sering dianggap sebagai waktu makan yang paling penting untuk mengawali hari. Tak heran jika sarapan identik dengan produk-produk makanan olahan yang umumnya dianggap padat nutrisi---roti, margarin, susu kemasan, sereal, dan sejenisnya.

Ironisnya, gambaran mengenai sarapan sehat ini hanyalah ilusi belaka. Makanan olahan yang sering dianggap sehat justru dituding sebagai penyebab naiknya angka obesitas global. Namun, melalui penggunaan iklan dan promosi yang sugestif, kita seolah disihir untuk percaya sebaliknya. Mungkin Anda bertanya: Bagaimana kita tertipu semudah ini? Sudah separah apa dampaknya? Adakah solusinya? Mari kita jawab pertanyaan-pertanyaan tersebut satu demi satu, selagi kita mengupas "penipuan" yang dilakukan industri makanan olahan.

Makanan Olahan: Dusta Berlapis Gula

    Dunia modern dengan teknologi pesatnya telah membiasakan kita dengan berbagai benda yang serba cepat, serba praktis, dan serba awet. Salah satunya adalah makanan olahan yang mendominasi di semua tempat, mulai dari rak-rak supermarket hingga toko kelontong di pinggir jalan. Dusta berlapis gula---frasa yang rasanya tepat untuk mendeskripsikan produk-produk tersebut, baik secara figuratif maupun secara harfiah. Ini karena makanan olahan umumnya sarat akan gula beserta bahan-bahan kimia lainnya seperti perisa dan pengental buatan (National Institutes of Health, 2019).

    Mengonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi tentunya tidak dapat dikatakan sehat. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebihan berkaitan erat dengan obesitas dan sejumlah penyakit kronis, tidak terkecuali pada makanan olahan (Hall et al., 2019). Namun, hal tersebut seolah tidak menghalangi perusahaan makanan olahan untuk mengiklankan produknya sebagai makanan sehat. Bahkan, beberapa perusahaan membawanya selangkah lebih jauh melalui kerja sama dengan peneliti, ahli gizi, maupun agensi kesehatan (Fuller et al., 2017 dan Leslie, 2016). Semua ini demi menciptakan gambaran bahwa produk mereka bernutrisi tinggi dan baik untuk kesehatan .

Tak ayal, miskonsepsi bahwa makanan olahan merupakan makanan yang sehat bermula dari bagaimana produk-produk tersebut diiklankan. Kerap kita lihat iklan makanan olahan menampilkan skenario yang identik dengan gaya hidup sehat, seperti sarapan atau orang berolahraga. Sadar atau tidak, gambaran ini menghipnotis kita untuk percaya bahwa produk yang diiklankan merupakan sesuatu yang sehat, kendati tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Lantas, mengapa industri makanan olahan amat bergantung pada iklan? Bagaimana dampak negatif yang ditimbulkan dari kacamata ekonomi?

Iklan: Sumber Penerangan atau Sarana Penipuan?

Dalam ranah ilmu ekonomi, iklan bukanlah sesuatu yang mempunyai jawaban definitif. Sebab, penggunaan iklan masih kerap diperdebatkan baik atau buruknya. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa iklan merupakan sesuatu yang menguntungkan perekonomian, baik bagi produsen maupun konsumen. Iklan adalah cara utama bagi produsen untuk menyampaikan informasi produknya kepada konsumen. Lantas, konsumen pun dapat membuat keputusan dengan informasi penuh. Penggunaan iklan juga dapat memberikan sinyal mengenai kualitas dari suatu produk. Penyebabnya adalah produsen dengan produk berkualitas tinggi akan memiliki insentif lebih besar untuk beriklan daripada produsen dengan produk berkualitas rendah (Mankiw, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun