Pada masa normal, dibutuhkan lebih dari sepuluh tahun untuk mengembangkan suatu vaksin secara paripurna. Penemuan vaksin yang telah teruji efektif secara klinis sering dianggap ekuivalen dengan akhir dari pandemi ini.Â
Padahal, pengembangannya yang sekarang saja masih belum menjamin vaksin yang efektif sebab 93% dari proses tersebut biasanya mengarah ke kegagalan seperti yang diutarakan oleh kepala International Vaccine Institute. Ditambah lagi, dibutuhkan waktu yang tidak pendek untuk memanufaktur dan mendistribusikan dosis yang sedemikian massal.
Indonesia sendiri bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing, seperti Sinovac China dan G42 UAE untuk menyediakan ratusan juta dosis vaksin.Â
Namun, nyatanya jumlah dosis dari kemitraan ini belum mencukupi karena setiap orang perlu melakukan 2 kali vaksinasi. Untuk itu, di dalam negeri ada pula Lembaga Eijkman yang sedang bekerja untuk mengembangkan bibit vaksin dan akan diserahkan kepada Bio Farma di awal tahun 2021.
Seberapa cepat dan banyak suplai vaksin yang dapat disediakan oleh pemerintah akan bergantung pula kepada proses politik internasional dan kemampuan finansial domestik.
Seperti kata Adam Smith, "It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect our dinner, but from their regard to their own interest." Lagi lagi, (negara) yang kaya yang berkuasa karena perusahaan manapun pasti berorientasi kepada laba. Dalam ilmu ekonomi ortodoks, hal ini dipandang sebagai keniscayaan.Â
Filsuf Yunani Aristoteles---yang dianggap sebagai pionir gagasan ini---menyatakan bahwa ketika suatu barang dimiliki secara kolektif, tidak ada yang memiliki rasa tanggung jawab untuk memelihara dan mengembangkannya.
Salah satu properti yang paling penting untuk dilindungi adalah kekayaan intelektual melalui pembentukan paten. Riset yang dilakukan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) menemukan bahwa jumlah permohonan paten dapat memicu pembangunan ekonomi. Ini bekerja dalam dua arah.Â
Pertama, hak properti yang well-defined akan menciptakan lingkungan kompetisi yang kondusif bagi produsen karena orang lain tidak bisa sembarangan menggunakan ide mereka.Â
Kedua, konsumen juga terhindari dari barang berkualitas rendah. Selain itu, perlindungan hak properti juga mengindikasikan adanya tingkat korupsi yang rendah, tingkat inovasi teknologi kesehatan yang tinggi, dan tingkat kewirausahaan yang tinggi.