Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

Realita Pahit di Balik Janji Manis Globalisasi

29 Mei 2020   18:00 Diperbarui: 29 Mei 2020   18:08 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa Indonesia juga tidak luput dari deindustrialisasi prematur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh liberalisasi sektor perdagangan (Muhamad et al., 2020).

asz-5ed0e099d541df7f8e7d5e73.png
asz-5ed0e099d541df7f8e7d5e73.png

Gambar 2. Sumber: Andriyani & Irawan (2018)

Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk kembali ke jalur transformasi struktural untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi? Proteksionisme untuk industri muda seperti yang dilakukan AS, Inggris, dan negara-negara Asia Timur bukanlah pilihan. Sebab, Indonesia adalah anggota WTO dan akan menghadapi konsekuensinya jika melanggar perjanjian yang ada.

Meskipun tidak dengan menjiplak langsung, kita tetap dapat mengambil pelajaran dari the East Asian Miracle. Cherif & Hasanov (2019) berpendapat bahwa kesuksesan negara-negara Asia Timur dapat terjadi karena mereka mengimplementasikan tiga prinsip utama yang membentuk “True Industrial Policy”. Mereka menyebutnya dengan Technology and Innovation Policy (TIP).

Pertama, TIP didasarkan pada intervensi negara untuk memfasilitasi perpindahan perusahaan domestik ke sektor-sektor yang sophisticated (yang membutuhkan teknologi tinggi dan intensitas R&D). Kedua, negara juga harus menetapkan orientasi kepada ekspor untuk mempertahankan tekanan kompetitif dan memberi insentif bagi perusahaan untuk berinovasi. Ini berbeda dengan strategi substitusi impor yang menyebabkan inefisiensi, kurangnya inovasi, dan ketergantungan pada input impor utama. Terakhir, pemerintah perlu mengoreksi kegagalan pasar dan menegakkan akuntabilitas. Pemerintah negara berkembang, terkhusus Indonesia, tidak boleh lepas tangan untuk menyetir negara menuju reindustrialisasi.

Kesimpulan

Layaknya makanan, segala sesuatu yang belum diolah secara paripurna hanya mengundang mara bahaya bagi konsumennya. Begitu pula dengan kebijakan yang belum dipertimbangkan secara matang. Apalagi, ketika konsekuensinya menyangkut hajat hidup banyak orang. 

Keputusan yang diambil oleh pemerintah suatu negara, misalnya, tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja; ia akan berdampak kepada ratusan juta rakyatnya. Jadi, pemerintah harus bijak untuk tidak memberi makan rakyatnya janji manis globalisasi mentah-mentah. Merekalah yang harus “memasak” kebijakan industri dan perdagangan sesuai dengan “selera” dan “kebutuhan nutrisi” negaranya.

Oleh Rosalia Marcha Violeta | Ilmu Ekonomi 2018 | Kepala Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2020

Referensi tanpa hyperlink

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun