Melalui penelitian matematis, Laura Muller menggunakan metode regresi kepada negara anggota OECD pada tahun 2008 dan 2009 untuk membuktikan bahwa ketatnya perundang-undangan ketenagakerjaan membawa dampak negatif kepada beberapa aspek fundamental dalam perekonomian.Â
Dalam penelitian ini, ketatnya peraturan ketenagakerjaan dilambangkan dengan Employment Protection Legislation (EPL) dan indikator perekonomian sendiri didikotomikan menjadi beberapa bagian (PDB, pemasukan FDI, dll).Â
Hasil regresi beliau menunjukkan hubungan signifikan negatif antara indeks EPL dan PDB. Laura juga membuktikan adanya hubungan negatif yang signifikan antara indeks EPL dengan pemasukan FDI. Hasil regresi mengatakan bahwa setiap peningkatan sebesar 1 unit pada indeks EPL pada 2009, pemasukan FDI suatu negara mengalami penurunan sebesar 17 juta dolar AS.
Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa dengan berkurangnya keketatan pengaturan ketenagakerjaan suatu negara, pemasukan dari sektor FDI meningkat, angka pengangguran berkurang, dan secara keseluruhan perekonomian negara membaik.Â
Terdapat bukti empiris, aktual yang memperkuat studi tersebut yaitu melalui analisis tingkat daya saing ekonomi negara ASEAN. Indonesia masih berada pada peringkat ke-32, sementara dua negara tetangga lainnya, yaitu, Singapura dan Malaysia, berada di peringkat 1 dan 22 menurut IMD.Â
Thailand pun masih berada di atas Indonesia pada peringkat 25, meninggalkan Filipina yang berada di peringkat 46. Hasil peringkat tersebut mendukung studi dan spekulasi pemerintah yang mengatakan bahwa seiring dengan terkikisnya keketatan perundang-undangan ketenagakerjaan, perekonomian Indonesia akan membaik.
Signifikansi Konsiliasi
Restrukturisasi instrumen konstitusional yang mengatur tatanan ketenagakerjaan ini telah menjadi pekerjaan rumah Indonesia untuk cukup lama sekarang; 22 kali. Itulah banyaknya percobaan judicial review butiran hukum bermakna ini yang sudah cukup mencerminkan opini rakyat perihal UU No. 13 Tahun 2003.Â
Usulan revisi yang telah digodok dan dicanangkan dengan rasionalisasi ekonomis oleh Apindo tentu bermaksud baik dan secara teoritis telah terbukti akan menyokong menjulangnya perekonomian ibu pertiwi sebagai negara berkembang.Â
Namun, hendaknya jangan dilupakan pula akan tangisan buruh yang masih belum dapat mencicipi keadilan sebagaimana diatur oleh hukum, mereka yang masih mencoba untuk bertahan hidup dengan upah minimum di bawah batas minimal yang ditentukan.
Mereka yang tenaga dan keringatnya dieksploitasi untuk jam kerja yang jauh melampaui dari yang ditetapkan, serta mereka yang belum mendapatkan kejelasan atas eksploitasi dan pemecatan massal. Menatap jauh ke cakrawala angan-angan memang indah, namun jangan lupa benahi problematika depan mata---buruh yang resah.