Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

China Rules: Bagaimana RRT Memenangkan Lomba 5G

22 Maret 2019   19:55 Diperbarui: 12 April 2019   19:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi-inovasi menarik seperti Internet of Things hanya akan menjadi jargon belaka tanpa hadirnya teknologi nirkabel 5G yang mampu memenuhi tuntutan mereka atas koneksi internet yang mumpuni. Bagaimana 5G dapat melakukan hal tersebut merupakan topik yang menarik, namun isu yang kini menyita perhatian dunia adalah siapa yang akan memimpin revolusi teknologi ini. Baik Amerika Serikat maupun Republik Rakyat Tiongkok berusaha untuk menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut, seperti yang ditunjukkan melalui pemblokiran Huawei dari menyediakan infrastruktur 5G di negara-negara yang berafiliasi dengan AS . Namun, strategi riset dan pembangunan infrastruktur menempatkan RRT dalam posisi untuk mendominasi standar 5G dunia, yang dapat memberikannya keunggulan dalam mendominasi pasar-pasar baru.

Memainkan Aturan Main

Teknologi 5G berjanji untuk menghadirkan koneksi yang lebih cepat, lebih responsif, dan lebih padat dibandingkan pendahulunya, 4G. Untuk mewujudkannya, generasi terbaru teknologi nirkabel ini membutuhkan standar dan protokol yang baru juga untuk memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh International Telecommunication Union (ITU, sebuah badan PBB) dalam IMT-2020 . Konsorsium internasional 3rd Generation Partnership Project (3GPP) memainkan peran besar dalam hal itu dengan merumuskan 5G-NR, yang landasannya telah dirilis pada tahun 2017. 5G-NR didesain untuk menjadi bentuk global dari sistem 5G yang akan diadopsi oleh para operator dan vendor telekomunikasi.

Siapapun yang mampu membentuk standar tersebut, melalui penemuan baru atau intrik politik, akan memiliki keunggulan lebih dibanding pesaingnya. Mengarahkan standar global agar selaras dengan apa yang sudah berlaku di RRT akan memberikan dia posisi petahana. Negara-negara lain akan harus mengeluarkan pembayaran royalti untuk paten teknologi kepada Shenzen (pusat perusahaan teknologi RRT) dan menanggung biaya penyesuaian teknik operasi mereka agar sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menimbang protokol yang akan ditetapkan tahun ini tidak bisa diubah, maka penguasaan hal tersebut akan mengunci keunggulan biaya absolut bagi petahana sembari menghambat pihak-pihak lain masuk ke pasar perangkat dan sistem 5G.

Pemerintah dan perusahaan RRT kini berusaha untuk "menang". Sejak tahun 2013, pemerintah Beijing membentuk IMT-2020 5G Promotion Group, sebuah kelompok antar-pemerintah dan antar-industri dengan tujuan mendukung pengembangan standar 5G global. Rencana lima tahun mereka (sampai tahun 2020) menganggarkan investasi sebesar $400 miliar dalam teknologi 5G. Huawei sebagai wajah litbang 5G RRT sendiri telah menginvestasikan $600 juta sejak tahun 2009, dan menganggarkan $800 juta pada tahun 2017. Kontribusi yang besar ini memungkinkan RRT untuk menguasai sekitar 10% dari hak atas kekayaan intelektual per awal 2018 yang dibutuhkan untuk teknologi 5G. Angka tersebut memang lebih rendah daripada 15% yang dimiliki Qualcomm dari AS, namun laporan 2018 dari Eurasia Group memperkirakan kepemilikan RRT dapat naik menjadi 40% setelah paten-paten kunci diberikan dan diklarifikasi.

Inovasi-inovasi tersebut membantu para perusahaan RRT meningkatkan kehadiran mereka dalam rapat penetapan standar di 3GPP. Pada tahun 2015, seorang perwakilan RRT terpilih menjadi ketua kelompok untuk pertama kalinya, dan pada tahun 2017, RRT memegang 10 dari 57 posisi kepemimpinan kelompok atau sub-kelompok spesifikasi teknis. Salah satu perwakilan dari Huawei bahkan sempat diajukan untuk memimpin sub-kelompok penting yang mengatur transmisi radio sebelum ia dikalahkan kandidat dari Qualcomm. Patut diperhatikan bahwa jabatan kepemimpinan dipilih oleh anggota tiap kelompok, sehingga kenaikan ini merefleksikan seberapa besar pengalaman yang RRT miliki dalam litbang 5G.

Pembangunan untuk Penguasaan Pasar

Menjadi yang terdepan dalam mengembangkan teknologi saja tidak cukup. Untuk menjamin hegemoni atas standar yang digunakan suatu negara, ia harus meningkatkan jumlah penggunanya ke massa kritis, di mana jumlah pengguna akan bertambah sendiri tanpa perlu dorongan lebih lanjut. Pada tahapan tersebut, manfaat dari network effect (nilai kegunaan produk dari jumlah pemakainya) akan menjadi cukup menggiurkan untuk menarik pengguna baru. Network effect tersebut bersumber dari dua sumber: penghematan biaya transaksi antar-jaringan dan penggunaan ekonomi skala yang lebih baik. Apabila seluruh vendor telekomunikasi menyetujui standar, maka koneksi antar-jaringan tiap perusahaan yang selaras menjadi lebih mudah dan murah. Selain itu, produsen piranti yang memproduksi perangkat dengan standar yang berlaku dapat memproduksi lebih banyak barang, sehingga menurunkan biaya rata-rata.

Dalam konteks persaingan 5G, massa kritis tersebut diperoleh dari membangun infrastruktur dengan standar negara dan menawarkannya ke para konsumen. Sejak tahun 2015, RRT telah berinvestasi $24 miliar lebih banyak dibandingkan AS dalam infrastruktur komunikasi nirkabel dan membangun 350.000 fasilitas baru, 11 kali lebih banyak daripada rivalnya. Membangun jaringan kapasitas di AS memang 2,67 kali lebih mahal dibandingkan di RRT, berdasarkan laporan Deloitte tahun 2018. Namun, konservatifnya investasi AS juga dapat dipicu oleh skeptisisme para penyedia layanan swasta mengenai laba atas investasi, sebab tingkat investasi yang tinggi belum tentu memberikan laba yang sebanding. Hal ini berbeda dengan perusahaan RRT yang dimiliki dan disokong pemerintah, sehingga lebih berkutat dengan target "membuat gebrakan dalam 5G" sebagai salah satu visi Made in China 2025. Dengan itu, meskipun AS lebih dini dalam menawarkan layanan 5G komersial secara terbatas, RRT dapat membangun jaringan nasional lebih cepat, yang China Tower targetkan rampung pada tahun 2023.

Selain dalam ranah domestik, RRT juga memiliki keunggulan dalam menggaet pasar berkembang (emerging markets). Huawei dan ZTE mampu menawarkan perangkat jaringan yang terintegrasi dengan harga kompetitif, sehingga menjadi opsi yang dipertimbangkan negara-negara dengan dana terbatas. Tawaran RRT tersebut akan semakin manis jika dipaketkan dengan proyek Belt and Road Initiative, yang kini telah menyentuh 70 negara dan 65% populasi dunia. Tidak mengherankan bahwa pada 2018, Beijing telah menandatangani persetujuan uji coba 5G dengan 25 perusahaan telekomunikasi dari seluruh penjuru dunia. Washington D.C. beserta teman-temannya dapat mencegah RRT masuk ke negara mereka seperti yang mereka lakukan terhadap Huawei, namun mereka belum mampu menawarkan alternatif yang lebih menarik untuk para negara netral, seperti India. Dengan ini, ada potensi di mana jaringan 5G dunia terbelah oleh sebuah tirai bambu, dengan RRT memegang pasar negara berkembang yang besar dan menggiurkan.

Hadiah Bagi Pemenang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun