Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keputusan Bersama-sama, Pernikahan Sesama Jenis

29 Desember 2017   16:34 Diperbarui: 29 Desember 2017   17:18 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

15 November 2017. Biro Statistik Australia (Australian Bureau of Statistics/ABS) mengeluarkan data dari survey mereka yang bertanya apakah hukum sebaiknya diubah untuk memungkinkan pernikahan sesama jenis. Survey sukarela yang dilakukan lewat pos ini diikuti oleh 12,7 juta (79,5%) pemilih sah Australia. Dalam rentang waktu survey selama dua bulan, kedua sisi ("Ya" dan "Tidak") melakukan kampanye untuk mendorong warga Australia untuk memilih. Hasilnya? Mayoritas dengan jumlah 7,8 juta suara (61,6%) menjawab "Ya", mendorong Parlemen Australia untuk mengubah perubahan UU Pernikahan untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis yang mulai berlaku pada 9 Desember 2017.

Kajipost kali ini tidak akan membahas apakah hasil tersebut "baik" atau "buruk", melainkan bagaimana hasil tersebut dapat dicapai. Tindakan serta interaksi para agen dalam kampanye serta poll sukarela ini dapat dikaji melalui teori pilihan publik (public choice theory). Teori pilihan publik menggunakan peralatan ekonomi (seperti game theory dan maksimalisasi kepuasan) dalam menangani masalah tradisional dalam ilmu politik. Teks ini sendiri akan menelaah bagaimana para pemilih dan pengampanye bertindak dan berinteraksi sehingga menghasilkan turnout yang tinggi dan hasil "Ya" yang tegas.

BeberapaAsumsi Dasar Pilihan Publik

Sebagai "turunan" dari ilmu ekonomi, teori pilihan publik memiliki beberapa asumsi yang melandasi analisis ini. Teori pilihan publik menganggap bahwa tiap agen bersifat self-interested dalam usaha rasionalnya untuk meningkatkan kepuasan. Hal ini mungkin terdengar sinis mengingat kita peduli dengan keluarga, teman, dan lingkungan di sekitar kita, namun pada akhirnya, kepentingan diri sendiri yang mendorong kita untuk memilih alternatif tertentu, entah jika kita menjadi politisi, birokrat, pemilih, atau pengampanye. Sebagai gambaran, para wakil rakyat di Senayan (mungkin) peduli dengan nasib konstituen mereka masing-masing, tetapi saat mereka melakukan tindakan politis, mereka akan memprioritaskan karir mereka daripada kesejahteraan pemilih mereka.

Dalam kehidupan nyata, asumsi tersebut tidak berjalan dengan mulus sebab ketidaksempurnaan manusia. Rangkaian penelitian dalam behavioural economics mengungkap bahwa dalam membuat keputusan, otak kita tidak sepenuhnya bertindak rasional dalam memaksimalkan kepuasan. Bahkan ketika otak kita tahu keputusan apa yang sebaiknya diambil, kita masih dapat dibatasi dari melaksanakan keputusan tersebut oleh faktor-faktor psikologis. Irrasionalitas dan batasan psikologis tersebut dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak konsisten, yang berubah sesuai kondisi saat membuat keputusan atau bagaimana pilihan disampaikan.

Mengapa Capek-Capek Memilih?

Salah satu hal yang cukup mengagumkan dari survey pos ini adalah tingginya tingkat partisipan. Berkat penolakan oposisi untuk mendanai plebisit nasional yang wajib diikuti seluruh pemilih terdaftar, pemerintah Australia pun terpaksa menggelar jajak pendapat melalui ABS yang bersifat tidak wajib. Meskipun begitu, tingkat partisipasi dari poll ini mencapai 79,5% - mengalahkan referendum Brexit (72%) dan pemilihan presiden AS 2016 (58,4%). Mengapa mereka merepotkan diri untuk memilih ketika isu yang diperdebatkan tidak terkait dengan kebanyakan hidup mereka dan suara mereka tidak punya kuasa mengikat secara hukum?

Teori pilihan publik menerangkan bahwa seorang individu rasional akan memilih jika manfaat memilih lebih besar daripada beban memilih. Agar dapat berpartisipasi, pemilih harus menandai pilihannya dalam formulir survey yang dikirimkan oleh ABS (atau melalui metode lain dengan bantuan ABS) kemudian mengirimkannya kembali (melalui pos yang sudah dibayar) ke salah satu lokasi pengumpulan yang ditunjuk ABS. Hal tersebut dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Riset yang dilakukan oleh tiap pemilih juga tidak seberat riset yang harus dilakukan dalam referendum Brexit atau pemilihan presiden AS sebab lingkup topik pemilihan yang berdampak lebih sempit. Jika dibandingkan dengan referendum Brexit maupun pemilihan presiden AS, biaya yang seseorang keluarkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan ini relatif lebih kecil.

Meskipun begitu, bagaimana dari segi manfaat? Suara yang pemilih gunakan hanya akan "berguna" (mempengaruhi hasil pemilihan) ketika poll akan seri tanpa suara tersebut. Peluang hal tersebut terjadi cukup kecil ketika jumlah yang dapat memilih besar (dalam pemilihan ini, 16 juta orang) dan survey sebelumnya menunjukkan kecenderungan sisi "Ya" menang. Kemudian, hasil dari pemilu ini tidak mempunyai dampak seluas referendum Brexit atau pemilihan presiden AS yang mempertaruhkan ratusan kebijakan dalam berbagai sektor. Sekilas, bagi yang tidak memangku kepentingan, berpartisipasi dalam poll ini tampak tidak berguna.

Tetapi, hal tersebut berlaku jika kita hanya melihat pemilu sebagai kesempatan untuk membuat keputusan daripada mengekspresikan pendapat atau memenuhi kewajiban. Sama seperti para penggemar olahraga yang bersorak agar tim yang ia dukung menang, para pemilih juga memperoleh manfaat psikologis dari memilih sisi yang ia dukung -- meskipun tindakan mereka irrelevan. Dengan tindakan tersebut pula para pemilih memenuhi kewajiban mereka untuk peduli terhadap nasib orang-orang di sekitar mereka atau berpartisipasi dalam demokrasi. Jika manfaat ekstrinsik tersebut diperhitungkan, maka menandai pilihan di form survey ini dapat dijustifikasi memiliki dasar rasional.

Menggugah Hati Pemilih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun