Mohon tunggu...
Kanis WK
Kanis WK Mohon Tunggu... -

Pelayan Umat di Mindiptana, dan guru keliling di Merauke.\r\nPeduli pada masalah sosial dan kesejahteraan orang kecil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesaksian Mantan Tokoh OPM: Papua Tidak Dianeksasi dan Tidak Diintegrasikan

14 Mei 2013   06:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:37 3965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_243281" align="aligncenter" width="428" caption="Dari kiri ke kanan : Nick Messet, Eni Faleomavaega, dan Franzalbert Joku dalam sebuah pertemuan dengan Kongres AS tahun 2010. (Foto: komisikepolisianindonesia.com)"][/caption] Tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Franzalbert Joku dalam pengasingannya di negara tetangga PNG pernah menembus jabatan di kepemerintahan PNG yaitu sebagai staf Perdana Menteri. Mensikapi polemik tentang sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI, Franzalbert mengatakan, Papua bukan dianeksasi, juga bukan berintegrasi  atau diintegrasikan tetapi menjadi bagian dari wilayah NKRI berdasarkan azas uti possidetis juris. Kalau diintegrasikan atau digabungkan dengan NKRI berarti proses masuknya Papua  dari luar ke dalam Indonesia. Padahal, Papua/Irian Barat sejak sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sudah sah menjadi wilayah NKRI berdasarkan azas  uti possidetis juris. Tetapi ditahan oleh  Belanda  untuk sementara  waktu dan diserahkan kepada Indonesia  melalui proses Penentuan Pendapat Rakyat  (Pepera). Menurut azas uti possidetis juris yang berlaku umum dalam hukum internasional, negara yang merdeka mewarisi wilayah bekas negara penjajahnya (Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 43 Tahun 2008). “Jadi   yang tepat, Indonesia  merebut kembali Papua/Irian melalui  jalan diplomasi. Karena  itu istilah yang  tepat adalah Papua/Irian “diperoleh kembali” atau ”masuk kembali” Papua  ke NKRI, bukan diintegrasikan,”  tegas  Franzalbert Joku,  seorang  tokoh   yang banyak mengkritisi   segala dinamika  yang tumbuh  dan berkembang di Tanah Papua melalui  Siaran Pers di Jayapura, akhir April lalu. http://zonadamai.wordpress.com/2013/05/13/papua-sudah-merdeka-sejak/ Hal itu diungkapkan Franzalbert akhir April lalu melalui siaran pers yang dikirimkan ke sejumlah media lokal maupun nasional, dalam rangka peringatan 50 tahun penyerahan Irian Barat dari Belanda ke Indonesia melalui PBB (UNTEA) 1 Mei 1963. Joku yang kini sudah kembali menjadi WNIdan menjabat sebagai Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani (BOAS) itu mengatakan, menjelang hari  bersejarah tanggal 1 Mei setiap tahun, sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Papua dengan munculnya kembali semangat kebangsaan. Sebuah semangat yang  tumbuh dan lama  berkembang bahkan sebelum lahirnya  Proklamasi 17 Agustus Republik Indonesia. Tokoh-tokoh Nasionalis dari Papua Joku mengisahkan, sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, di Papua sudah muncul para  nasionalis Indonesia.Mereka antara lain Nikolas Jouwe, Corenus Cray, Silas Papare. Mereka mendirikan partai Komisi Indonesia Merdeka  (KIM). Sementara Marthen Indey  dan JA Dimara juga  tercatat  sebagai penggerak perjuangan Indonesia  di Tanah Papua. Pasca Proklamasi, perjuangan para nasionalis Indonesia dari Papua makin bergelora. Namun saat  itu masih sangat terbatas karena adanya tekanan dan larangan yang  ketat  dari  kolonial Belanda  yang masih terus bercokol di Tanah Papua. [caption id="attachment_243282" align="aligncenter" width="340" caption="Franzalbert Joku dan Nelson Mandela (Foto: cendrawasihpos.com)"]

13684865701813127871
13684865701813127871
[/caption] Pada masa kolonial Belanda, Papua Barat merupakan  bagian dari wilayah Hindia Belanda dibawah administrasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.  Karena itu sebagaimana Pulau-pulau  lain di  Nusantara, menurut  asaz uti possidetis juris tersebut, Irian Barat otomatis beralih status menjadi  bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Bukan Aneksasi Lebih lanjut  Franzalbert  Joku menyampaikan, kalau  dilihat dari  bukti sejarah bahwa Papua memang sudah dibawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus maka dengan adanya 1 Mei 1963 merupakan langkah strategis berdasarkan  Perjanjian New York yang memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. Sehingga  hanya  orang-orang tertentu  saja   yang belum  bisa menerima ini semua, dikarenakan  tak mengetahui sejarah  sesungguhnya. “Saran saya,  bangsa Indonesia  harus banyak memberikan suatu  bentuk-bentuk  yang bisa diterima semua  warga Papua”, himbaunya. Papua   berdasarkan New York  Agreement telah kembali diserahkan  kepada Indonesia  pada  1 Mei  1963. Kekuatan diplomasi   internasional yang menjadikan Papua kembali  ke  wilayah NKRI bukan melalui proses aneksasi. Karenanya, terhadap penganut  pandangan  yang berbeda, Joku berharap pemerintah  tak  menghakimi  secara politik dan memberikan kesempatan  pada   mereka yang  juga berjuang demi berlangsungnya Papua    yang merupakan bagian dari  wilayah NKRI  untuk dapat berjuang bersama dengan Provinsi-Provinsi  yang  berada di luar Papua. nilai politik dan nilai sejarah dalam perjalanan 50 tahun kembalinya Papua ke pangkuan Republik Indonesia, menurut Joku memang relatif dinamis tergantung dari sudut  pandang masing-masing. Namun  yang tak  terbantahkan adalah memang banyak kemajuan  yang dicapai Provinsi Papua sekarang ini. Di sisi lain Joku juga mengakui, belum semua orang Papua bisa merasakan kemajuan. Inilah pekerjaan  rumah   yang harus  kita selesaikan bersama. [***]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun