Mohon tunggu...
Kania Sabina Dwiyanti
Kania Sabina Dwiyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember yang tertarik untuk mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bounded Rationality: Kajian Psikologi dalam Ilmu Ekonomi

7 Maret 2023   11:04 Diperbarui: 7 Maret 2023   11:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Manusia seringkali dipandang sebagai makhluk yang rasional. Dalam studi ekonomi, pemikiran manusia tersebut dikaji dalam salah satu teori yang disebut dengan behavioral economics. Behavioral economics merupakan sebuah perspektif dalam ilmu ekonomi yang mempertimbangkan dukungan psikologis serta kognitif manusia dalam menentukan keputusan.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluk ekonomi (homo economicus) yang dalam memenuhi kebutuhannya memerlukan kegiatan ekonomi. Pada dasarnya dalam melakukan kegiatan ekonomi tidak terlepas dari pengambilan keputusan yang mana pengambilan keputusan tersebut berbeda-beda tergantung pada kebutuhan masing-masing individu.

Manusia akan selalu memaksimalkan pembuatan keputusan yang rasional karena sesuai dengan ilmu ekonomi itu sendiri manusia akan terus mencoba untuk mendapatkan keuntungan maksimal untuk dirinya. Namun apakah dalam setiap pengambilan keputusan, manusia telah mengambil keputusan yang paling rasional? Untuk mengkaji permasalahan tersebut bounded rationality sebagai bentuk dari behavioral economics dapat menjadi jawaban.

Bounded rationality (behavioral economics) memiliki keterkaitan dengan decision making theory. Bounded rationality atau biasa dikenal sebagai rasionalitas terbatas merupakan perilaku ekonomi yang melibatkan penilaian yang terbatas. Keterbatasan penilaian tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor. Menurut Herbert Simon beberapa faktor tersebut diantaranya keterbatasan pengetahuan, kemampuan kognitif, serta keterbatasan waktu.

Simon menyebutkan bahwa dalam mengambil keputusan selalu ada opsi yang dapat dijadikan solusi, namun pada kenyataannya tidak semua pembuat keputusan berhasil membuat keputusan yang rasional. Akibatnya hasil keputusan tersebut tidak selalu sempurna. Terdapat banyak faktor pendukung yang melibatkan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Keadaan psikologi atau mental serta informasi yang dimiliki individu berguna dalam penentuan keputusan.

Keterkaitan ilmu psikologi yang kemudian diterapkan dalam ilmu ekonomi menjadi persoalan yang menarik. Mengkaji mengenai perilaku manusia dalam membuat keputusan yang menguntungkan aktor pembuat keputusan, namun disisi lain tidak semua keputusan yang dibuat oleh aktor tersebut menghasilkan keputusan yang paling rasional. Hal tersebut disebabkan oleh adanya Bounded Rationality atau pemikiran manusia yang terbatas.

Biasanya teori ini diterapkan dalam kegiatan ekonomi, namun kali ini penulis akan mencoba untuk memberikan contoh penerapan teori bounded rationality dalam dunia ekonomi politik. Salah satu contohnya ialah kasus yang baru-baru ini menjadi sorotan publik. Anak dirjen pajak (Mario Dandy) yang melakukan penganiayaan hingga korbannya mengalami cedera serius. Seperti yang kita ketahui bersama Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak merupakan lembaga pemerintah yang bergerak dibidang keuangan yang tentunya juga berhubungan dengan perekonomian Indonesia.

Kasus tersebut menjadi topik hangat yang diperbincangkan masyarakat Indonesia melalui media sosial, bagaimana tidak? Pajak sebagai pondasi pembangunan negara yang seharusnya memiliki citra baik namun tercoreng dikarenakan perilaku pihak tertentu. Akibatnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan saat ini membuat keputusan dengan mencopot jabatan dari Rafael Alun Trisambodo yang merupakan ayah dari Mario Dandy.

Menurut pandangan penulis proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Sri Mulyani sebagai seseorang yang memiliki kewenangan merupakan bentuk dari bounded rationality. Setidaknya terdapat beberapa alasan yang dapat penulis jabarkan mengapa keputusan Sri Mulyani yang memutuskan untuk mencopot jabatan salah satu pegawainya merupakan pemikiran terbatas.

  1. Keterbatasan kapabilitas. Dalam membuat decision-making sebagai petinggi dalam kementerian keuangan, Sri Mulyani dihadapkan oleh beberapa opsi saat menghadapi situasi tersebut. Ia memiliki berbagai pilihan misalnya dengan mencopot jabatan pegawai yang terlibat masalah karena beliau memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut, atau mungkin memberikan sanksi sosial seperti yang biasa masyarakat Indonesia lakukan pada orang-orang yang "bermasalah", membuat kebijakan untuk mengatur tata krama para pegawai Kementerian Keuangan atau DJP, atau bahkan menuntut untuk melakukan langkah-langkah korektif lainnya sebagai cara untuk melindungi citra lembaga. Namun dengan keterbatasan kapabilitas baik informasi atau kognitif mendorong aktor untuk segera bertindak sehingga keputusan yang muncul tidak selalu menjadi keputusan yang paling rasional.
  2. Perhatian dan Bergaining. Masalah yang ditimbulkan oleh salah satu anggota keluarga pegawai pajak tersebut menjadi topik yang selalu dibicarakan di media sosial. Secara tidak langsung dapat membuat masyarakat meragukan kredibilitas dari lembaga keuangan itu sendiri. Hingga muncul tagar untuk stop membayar pajak. Tindakan yang mencoreng reputasi lembaga tersebut tentunya berdampak pada keputusan yang akan dilakukan. Apakah kedepannya mereka akan semakin mengawasi dengan teliti harta yang mereka dapatkan? Ataukah mereka akan segera rajin membayar pajak? Ataukah mereka juga akan menularkan dan mengajarkan cara berperilaku yang baik di masyarakat untuk tetap rendah hati? Dengan adanya kasus tersebut aktor pembuat keputusan akan mencoba untuk bertindak rasional untuk menenangkan masyarakat meskipun belum tentu dapat menenangkan pihak lain yang kontra dengan pandangan masyarakat.
  3. Satisfactory (Kepuasan). Terdesak oleh waktu yang terbatas, dinamika politik yang mungkin muncul serta kecemasan-kecemasan lain yang mungkin dapat membuat Kementrian Keuangan dan DJP semakin tidak dipandang oleh masyarakat sebagai lembaga yang jujur membuat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mau tidak mau harus segera bertindak untuk meredakan amarah warganet. Akibatnya dari sekian opsi, aktor pembuat kebijakan memilih alternatif yang memuaskan bagi para pembuat keputusan itu sendiri untuk menghemat waktu serta sumber daya. Padahal bisa jadi yang baik bagi seseorang tidak selalu baik bagi orang lain. Jika melihat dari kedua sisi, masyarakat yang marah akan tindakan yang dilakukan oleh Mario Dandy akan merasakan kepuasan yang sama dengan Menteri Keuangan karena pencopotan jabatan yang dilakukan, namun disisi lain para pegawai pajak yang kemungkinan memiliki riwayat melakukan hal "kotor" juga akan ketar ketir untuk diselidiki. Sehingga dapat diketahui bahwa keputusan yang dibuat oleh aktor tersebut tidak selalu yang paling rasional karena manusia memiliki keterbatasan dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Sri Mulyani merupakan salah satu bentuk dari Bounded Rationality dikarenakan dalam menentukan decision making tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti informasi yang terbatas, waktu yang mendesak, serta sorotan publik yang menuntutnya untuk segera bertindak. Lebih memilih melakukan tindakan yang "memuaskan" yang dapat mengembalikan kepercayaan publik kepada Kementerian Keuangan ataupun DJP menjadi prioritas, namun bisa jadi keputusan yang dibuat oleh aktor pembuat keputusan tersebut bukanlah keputusan yang paling rasional. Hal tersebut merupakan bukti bahwa dalam menentukan keputusan, manusia memiliki keterikatan secara psikologis. Sehingga aspek mental berpengaruh terhadap keputusan ekonomi politik yang dibuat.

Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang rasional merupakan suatu hal yang sulit untuk diciptakan. Hal tersebut dikarenakan dalam proses membuat keputusan manusia kerap kali melibatkan perasaan dan hal-hal yang bersifat subyektifitas. Pada kenyataannya individu tidak akan pernah mengumpulkan informasi yang cukup untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat sebuah keputusan. Akhirnya tidak semua keputusan yang muncul adalah keputusan yang paling rasional.

Individu cenderung membuat keputusan yang memuaskan daripada keputusan yang terbaik. Belajar dari kasus tersebut, dalam melakukan pembuatan keputusan ketika individu dihadapkan dengan berbagai pilihan ia cenderung mengutamakan kepuasan dan preferensi daripada mencari pemenuhan kebutuhan yang paling ideal. Oleh karena itu, teori Bounded Rationality yang mana merupakan salah satu pandangan dari segi psikologi dapat menjelaskan keterkaitan fenomena tersebut dengan ilmu ekonomi politik. Sering kali yang dianggap terbaik bagi seseorang belum tentu terbaik pula bagi orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun