Mohon tunggu...
SATRIA KUSUMA DIYUDA
SATRIA KUSUMA DIYUDA Mohon Tunggu... Wiraswasta - ya begitu deh...

Menulis di waktu senggang saja...

Selanjutnya

Tutup

Money

Altruisme, Egoisme, dan Koperasi

2 Agustus 2019   13:05 Diperbarui: 27 Agustus 2019   15:43 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy


Beberapa hari lalu saya bersama beberapa teman sedang membuat pembahasan mengenai koperasi terkait perannya selama ini yang selalu di elukan sebagai solusi ekonomi kerakyatan. Lalu kami mencoba membedah dengan teori seadanya yang masih kami ingat semasa kuliah dulu, mulai dari teori-teori seperti prilaku pordusen-konsumen, kesejahteraan, collective action, imposhibilty theorem Arrow (map Cuma ingat judulnya saja sebenarnya), struktur pasar, hingga teori-teori yang utak atik gatuk.  

Pada pembahasan pertama kami berdiskusi mengenai apa sih yang genuine dari koperasi dibandingkan dengan model usaha convensional seperti PT, CV dan lainnya? Dari diskusi ini kami setidaknya mengidentifikasi bahwa kepemilikan koperasi tidak didasarkan pada kepemilikan jumlah modal anggota, artinya keptusuan kegiatan koperasi adalah hasil musyawarah bersama, karena setiap anggota memiliki suara yang sama, sehingga tidak ada suara mayoritas dalam pengambilan keputusan kegiatan koperasi.

Hal ini tentu berbeda dengan bentuk badan hukum kegiatan usaha lainnya, dimana pemilik saham mayoritas tentu memiliki suara dominan untuk mengatur arah usaha kedepan. Namun, dalam hal pembagian keuntungan usaha, secara teknis, terdapat kesamaan dengan bentuk usaha konvensional lainnya, dimana anggota koperasi yang memiliki simpanan (jika bentuk koperasi simpan pinjam) ataupun berbelanja lebih (jika berbentuk koperasi konsumen) memiliki pengembalian atau pembagian keuntungan yang lebih besar relative terhadap anggota koperasi lainnya yang lebih sedikit menanamkan modalnya di koperasi disebuah koperasi. Artinya, para anggota yang memiliki kekuatan lebih (modal lebih besar secara relative dari anggota lainnya) tentu akan mendapatkan keuntungan yang lebih. Tentu saja ini menjadi mirip dengan kegiatan dengan bentuk badan usaha konvensional lainnya. Tentu saja, dalam hal ini, ciri kapitalistik yang ingin ditentang oleh bentuk gerakan koperasi ternyata masih ada didalam kegiatan koperasi itu sendiri.

Pembahasan selanjutnya, kami coba membedah terkait pengambilan keputusan para anggota koperasi dengan pendekatan Arrow's impossibility theorem (sebenarnya kami pun gak ngerti-ngerti banget, masalahnya kita Cuma sering baca Enny Arrow), sederhananya seperti ini, jika terdapat tiga orang sebut saja orang ke-1, ke-2 dan ke-3, memiliki tiga preferensi barang untuk di konsumsi misalnya barang A, barang B dan Barang C. orang ke-1 menyukai barang A dibanding dengan barang B dan C, orang ke-2 menyukai barang B disbanding barang A dan C,  dan orang ke-3 barang C disbanding barang A dan B.

Jika masing-masing orang lebih memilih preferensinya masing-masing tentu akan terjadi deadlock, tidak ada keputusan yang dihasilkan. namun jika terjadi kesepakatan, misalnya antara orang ke-1 dan ke-2 untuk memilih menyukai barang A, tentu orang ke-3 akan kalah, sehingga baik orang ke-2 dan ke-3 akan menyerahkan kuasa preferensi pemilihan barang kepada orang ke-1. Tentu saja hal ini akan mengurangi keuntungan dari orang ke-2 dan ke-3. Lalu jika hal ini diterapkan dalam pengambilan keputusan koperasi, artinya individu yang memiliki pengaruh kuat dan mampu mempengaruhi suara mayoritas akan mendapatkan keuntungan lebih dari keputusan rapat, mungkin sebagai contoh Koperasi konsumsi, mengadakan rapat untuk barang apa saja yang harus dibeli untuk memenuhi kebutuhan para anggota koperasi.

Pihak yang lebih kuat tentu akan memilih barang yang dapat memberikan mereka kuntungan lebih dan akan menurunkan keuntungan dari pihak yang memiliki suara minoritas. Lalu pertanyaannya kemudian, jika suara anggota koperasi merupakan modal, dan pihak yang memenangkan suara mayoritas didalam koperasi tentu akan dapat menentukan keputusan koperasi untuk barang apa saja yang harus dibeli oleh koperasi tersebut. Lalu apa bedanya dengan pemilik saham mayoritas seperti di badan usaha konvensional lainnya seperti PT dan CV?

Diskusi selanjutnya kami membuat simulasi hayalan jika terdapat tiga orang anggota koperasi produsen susu mendapatkan order pembelian dari Ultra Jaya sebanyak 45 liter susu dalam sebulan, sesuai dengan keputusan, koperasi harus membagi rata order tersebut, yang artinya setiap anggota harus memenuhi produksi 15 liter susu perbulannya. Pada kenyataannya orang ke-1 hanya mampu menyediakan susu sebanyak 5 liter per bulan, orang ke-2 hanya mampu menyediakan susu sebanyak 5 liter per bulan, hanya orang ke-3 yang memiliki kapsaitas produksi 15 liter per bulannya.

Dari situasi ini kami kemudian membuat beberapa rekaan keputusan yang kira-kira akan diambil oleh koperasi tersebut, rekaan pertama adalah anggota koperasi sepakat memenuhi permintan Ultra Jaya hanya sebesar 15 liter susu dalam sebulan, dikarenakan orang ke-1 dan ke-2 masing-masing hanya mampu memproduksi 5 liter susu. Sehingga orang ke-3 mengikuti suara mayoritas hanya menyetor 5 liter susu agar keuntungan yang didapat sama rata untuk setiap anggota koperasi. Lalu 10 liter susu kelebihan produksi dari orang ke-3, ia akan distribusikan sendiri. Pada kasus ini, orang ke-3 tidak akan mendapatkan untung lebih dari kegiatan koperasi yang diikutinya. Karena kelebeihan 10 liter susu produksinya tidak dapat ditampung oleh koperasi, sehingga menghilangkan insentif keuntungan bagi orang ke-3.

Rekaan kedua adalah koperasi sepakat untuk menjual semua produksinya yaitu sebesar 25 liter susu sebulan (total produksi dari ketiga anggota koperasi tersebut) dan berjanji kepada ultra jaya pada bulan ketiga mereka akan memenuhi order susu sebesar 45 liter sebulan. Bagaimana cara ketiga anggota koperasi tersebut memenuhi permintaan dalam tiga bulan? Terjadi kesepakatan kemudian diantara ketiga orang tersebut, dari total penjualan susu 25 liter, 15 liter susu akan dibagi rata 5 liter susu untuk setiap anggota. Sedangkan 10 liter susu dari hasil penjualan akan disimpan oleh pihak koperasi untuk membantu orang ke-1 dan orang ke-2 membeli sapi sehingga pada tiga bulan kedepan mereka mampu untuk memproduksi susu sebesar 15 liter per bulan.

Pada kasus rekaan ini, orang ke-3 yang memiliki kelebihan 10 liter penjualan susunya harus rela tidak mendapatkan hasil penjualannya sebesar 10 liter agar dapat digunakan untuk mendukung orang ke-1 dan ke-2 pada tiga bulan kedepan dapat memproduksi 15 liter susu. Nah disini kami mulai melihat "mungkinkah" sikap altruism dari orang ke-3 merupakan solusi bagi koperasi untuk dapat maju.

Orang ke-3 mau berkorban untuk tidak mendapat keuntungan agar dapat membantu orang ke-1 dan ke-2 agar mampu memenuhi order produksi 15 liter per orang perbulan. Namun kemudian kami dihadapkan pada motif setiap individu dalam memenuhi kepuasannya, dari permainan ini, bisa saja sebenarnya orang ke-1 dan ke-2 mengetahui sifat altruism orang ke-3 dan pada dasarnya orang ke-1 dan ke-2 mungkin saja mampu meningkatkan kapasitas produksinya sendiri, namun karena ada keuntungan dari sumbangan produksi 10 liter susu dari orang ke-3, maka mereka berdua memanfaatkan hal tersebut. Artinya orang ke-1 dan ke-2 mendapatkan keuntungan gratis (atau apakah mereka bisa kita sebut sebagai free rider) dari keputusan bersama koperasi tersbut.

Pada akhirnya kami pun masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan dari diskusi kami tersebut, jika koperasi gerakan bersama tentu tidak ada suara mayoritas dalam penentuan keputusan koperasi. Dan juga seharusnya setiap anggota memiliki sikap yang lebih mementingkan kesejahteraan bersama dibandingkan keuntungan individu (bagaiamana cara membangun hal tersebut, menghilangkan freerider dalam proses tersebut?).

Pada akhirnya kami pun menyimpulkan sementara bahwa koperasi hanyalah bentuk alternative dari badan usaha seperti badan usaha lainnya (secara behavior), namun dibuat oleh individu-individu yang memiliki kemampuan terbatas karena tidak mampu untuk membuat badan usaha yang lebih formal seperti CV maupun PT.  akhirul salam kamipun menyudahi diskusi sambil menggaruk-garuk kepala kami yang sudah bosan berkata-kata.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun