Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Idul Fitri dengan Kesalehan Sosial

13 Mei 2021   15:27 Diperbarui: 13 Mei 2021   15:29 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Timur - Tribunnews.com

Allah SWT adalah Maha Pengampun. AmpunanNYA jauh lebih besar dari dosa kita sebagai makhluknya. Maka pelajaran dari Iedul Fitri adalah bagaimana kita mengadopsi sifat Maha Pengampun Allah SWT dalam kehidupan di dunia ini. Saling bermaaf-maafan, adalah perwujudan dari hal tersebut. Ketika kita berhasil melonggarkan ego kita, baik berupa kesiapan untuk meminta maaf maupun untuk memaafkan, kita akan terbebas dari belenggu masa lalu yang menghimpit jiwa.

Allahu akbar allahu akbar, la ilaha illallah wallahu akbar, alllahu akbar walillahil hamd. Sejak shalat maghrib usai ditunaikan, gema takbir itu terus berkumandang. Memecah kesunyian malam, menghangatkan dinginnya dini hari sampai menyambut fajar dan terbitnya matahari. Takbir terus berkumandang ketika puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan umat Islam melangkahkan kakinya menuju lapangan terbuka ataupun masjid untuk melaksanakan sholat Ied.

Gema takbir adalah mengagungkan Nama Allah SWT. Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allah Maha Besar. Sementara itu sholat Ied dan sholat pada umumnya adalah bentuk penghambaan yang paling nyata dari Umat Islan kepada Allah SWT sebagai Tuhannya.

Dengan takbir, Umat Islam mengagungkan Allah SWT. Allah Yang Maha Besar. Takbir adalah pengakuan bahwa manusia hanyalah hamba. Yang tidak ada apa-apanya, maha kecil di hadapan Allah SWT. Tidak ada yang dimiliki manusia selain yang diberikan Allah sebagai amanah untuk bisa hidup di dunia. Semua yang dimiliki dalam terminologi manusia, sesungguhnya adalah kepunyaan Allah semata dan akan kembali kepada Allah ketika Allah menariknya kembali.

Sujud dalam sholat adalah bentuk merendahkan diri serendah-rendahnya bahkan kepala lebih rendah dari kakinya. Sujud adalah bentuk menghinakan diri di hadapan Allah yang Maha Mulia. Tidak ada kemuliaan bagi seorang manusia, kecuali sedikit yang diberikan Allah. Bahkan binatang bisa lebih mulia dari manusia, manakala manusia itu menjatuhkan dirinya dalam kehinaan duniawi.  

Jika manusia adalah maha kecil sekaligus maha hina di hadapan Allah,  maka sesugguhnya tidak ada ada yang bisa disombongkan dari diri kita di hadapan sesama manusia. Karena pada hakekatnya semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT. Tidak ada warna kulit yang lebih mulia dari warna kulit lainnya. Tidak ada kelompok manusia yang lebih mulia dari kelompok manusia lainnya.

Karena itulah, sebagai umat mayoritas di Indonesia, Umat Islam mutlak harus menanggalkan egonya di tengah-tengah umat beragama lainnya. Keberatan sekelompok Umat Islam kepada Umat Kristiani dalam kaitan dengan aktifitas ibadah misalnya, adalah bentuk dari arogansi  mayoritas kepada minoritas yang berangkat dari rasa keterancaman atas kedudukannya sebagai mayoritas. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam sebagai agama. Islam sebagai agama mayoritas seharusnya justru menjadi pelindung bagi umat beragama lainnya sebagaimna dicontohkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW dalam kehidupan Masyarakat Madinah.

Dengan Iedul Fitri, umat Islam harus kembali kepada kefitriannya. Bahwa semua manusia sama di hadapan Allah SWT. Bahkan dalam konteks keyakinan sebagai satu-satunya agama yang diridloi Allah SWT, hanya Taqwa yang membedakan seorang muslim lebih mulia daripada muslim yang lainnya. Persoalannya predikat taqwa adalah hak prerogratif Allah SWT, bukan penilaian dan pemberian manusia. Taqwa hanya bisa diindikasikan saja, yakni dengan melihat tingkat kesalehan seseorang. Taqwa inilah yang jadi tujuan dari diperintahkannya umat Islam menjalankan puasa di bulan Ramadhan.

Dalam konteks hubungan antar manusia, Islam menggariskan bahwa hanya satu hal yang bisa membuat seseorang lebih baik dari yang lainnya, yaitu mereka yang lebih memberikan manfaat bagi lingkungannya dan menjauhi perilaku yang merugikan lingkungan sekitarnya. Inilah yang sering disebut dengan "kesalehan sosial". Inilah pelajaran lain dari Iedul Fitri.

Semoga kita bisa memetik hikmah dari Iedul Fitri, yang mampu merawat fitrah dirinya dan orang lain sebagai manusia yang dilahirkan dalam keadaan suci. Senantiasa saling memaafkan secara tulus dan berlomba-lomba dalam kebaikan, adalah bentuk nyata dari merawat fitrah itu.

Reff. Satu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun