Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Magnet Itu Bernama Persahabatan dalam Bingkai Keberagaman

16 Maret 2021   10:20 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:23 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam menunjukkan angka 20.19 WIB ketika sebuah pesan WA masuk dari sebuah nomor yang tidak saya kenal. Pesan berbahasa Sunda itu menyebut nama Rm. Bobby yang memberikan nomor kontak saya kepadanya. Pesan itu juga berisi apresiasi atas tulisan saya di Kompasiana yang berjudul "Tahun Baru Imlek, Keniscayaan Dalam Kebetagaman". Di akhir pesan dia memperkenalkan diri sebagai seorang Suster di Papua yang pernah tinggal dan belajar di Bandung.

Papua (dan Papua Barat) adalah bagian dari Indonesia yang belum pernah saya kunjungi, selain provinsi-provinsi di Pulau Sumatra. Di luar kedua pulau itu (Papua dan Sumatra), hanpir semua sudah pernah saya kunjungi. Maka menerima pesan WA dari seseorang di Papua adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya.

Bagi saya kebahagiaan itu bisa hadir dalam bentuk apa saja termasuk persahabatan. Saya punya 2 sahabat, satu dari Medan dan satunya Bali. Kami bertemu di Bandung saat kami masih muda. 

Kami bertiga dipertemukan kembali di Jakarta medio 90-an. Kami "ditakdirkan" bekerja di kantor yang sama meski berbeda tugas. Pardede di bidang pengawasan, Ketut di bidang personalia dan saya di bidang pangan dan sarana produksi. 

Kebahagian kami rasakan ketika kami bertiga berkumpul, ngobrol dalam Basa Sunda. Pardede dalam Basa Sunda halus, sedangkan Ketut dalam Basa Sunda Gaul yang cenderung agak kasar. Sebenarnya ini sedikit aneh. Pardede kuliah di IPB Bogor, dimana Bogor sebenarnya termasuk wilayah yang basa Sundanya tidak halus. Tapi Pardede Basa Sundanya termasuk halus. Sedangkan Ketut yang kuliahnya di Bandung, kota yang teemasuk wilayah dengan Basa Sunda halus  justru Basa Sundanya Ketut cenderung kasar. Yang "lucu" lagi, kalau kami bertiga berkumpul, Pardede dan Ketut sering sekali mengucapkan frasa-frasa Islam seperti Assalamu'alaikum Alhamdulillah dan Astghfirullah. Padahal Pardede seorang Kristen dan Ketut seorang Hindu. Tapi inilah Indonesia, dimana latar belakang suku dan agama tidak menjadi pagar pembatas untuk sebuah persahabatan.

Persahabatan bermakna saling menguatkan dan bisa terjalin dengan berbagai sebab. Saya menemukan persahabatan dalam bentuk lain dalam dunia literaasi khususnya aktifitas tulis menulis.

Kalau ada yang bertanya kenapa saya menulis, maka jawaban pertama dan satu-satunya adalah karena saya "tertarik" ke dalam dunia literasi meski mungkin tidak termasuk ke dalam "penghobi" membaca. Ini mungkin aneh, mungkin sebuah anomali, tertarik ke dalam dunia litetarasi tapi mengaku bukan penghobi membaca. Tapi kalau boleh "menggugat", haruskah ketertarikan ke dalam dunia literasi disertai hobi membaca ?

Bagi saya ketertarikan ke dalam dunia literasi adalah satu hal, dan hobi membaca adalah hal lain. Bagi sebagian orang, dan ini saya kira yang paling oke, ketetarikan ke dalam dunia literasi disertai dengan hobi membaca. Menjadi hal yang wajar apabila hobi membaca menjadi indikator ketertarikan kepada dunia literasi. Dan kemudian frekuensi membaca dan tingkat keterbacaan sebuah buku menjadi indikator yang menentukan "tingkat literasi" penduduk sebuah negara.

Waduh mohon maaf, para pembaca, jadi berputar-putar ya. Jangan-jangan ini menjadi semacam alibi saya yang (bukan) penghobi membaca. Tapi itulah kenyataan yang ada pada diri saya.

Meski bukan "penghobi" membaca saya lumayan banyak juga membaca. Membaca apapun yang bisa dan sempat saya baca.  Karena bukan "penghobi" maka tidak ada yang spesifik dari apa yang saya baca. Membaca koran cetak, koran digital, jurnal ilmiah dan tentu saja buku.

Dari aktifitas membaca yang tidak terlalu banyak itulah, saya mendapatkan kenyataan lain. Saya tertarik dengan dunia literasi. Saya "bertemu" dengan penulis-penulis hebat yang merilis buku-buku bermutu. Andrea Hirata, Ahmad Tohari, Pramudya Ananta Tur, adalah sebagian dari penulis yang novelnya saya baca berulangkali. Sumohardi Marsis adalah salah satu kolumnis yang kolomnya menjadi favorit saya. Saya mengagumi mereka, para penulis hebat itu. Tulisan-tulisan mereka, baik buku-bukunya maupun artikel-artikelnya, sungguh banyak menyuguhkan inspirasi positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun