Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Merampas Kemerdekaan Berpikir

11 Agustus 2020   14:27 Diperbarui: 11 Agustus 2020   15:21 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya adalah manusia produk Orde Baru. Meski lahir di era Orde Lama, 4 bulan sebelum meletusnya peristiwa G30S, saya tidak sempat mengingat bagaimana situasi dan kondisi di era itu. Kalaupun ada yang dirasakan dari zaman orde lama adalah sulitnya hidup akibat buruknya perekonomian nasional, yang diwariskan ke era Orde Baru.

Konon kata guru SMP saya, politik mercusuar yang digunakan oleh Bung Karno telah mengakibatkan inflasi yang membumbung tinggi. Saking tingginya inflasi saat itu, mungkin tidak akan terulang lagi dalam sejarah Indonesia. 

Bayangkan, kata guru saya lagi, dalam kemudaan Republik dalam karut marutnya politik, dalam buruknya petekonomian negara, Bung Karno membangun Istiqlal, Monas, Gelora Senayan, dan menjadi tuan rumah Asian Games. Semuanya didanai oleh uang hasil mencetak Rupiah, bukan dari hasil perputaran ekonomi. Nilai rupiah jatuh demikian dalam yang kemudian diakhiri dengan sanering, pemotongan nilai rupiah.

Kondisi itulah yang kemudian diwarisi oleh Pemerintahan era Orde Baru, yang pada tahun 1969 berhasil menumbangkan Rezim Orde Lamanya Bung Karno.

Sebagai penguasa baru, Soeharto bekerja sangat keras membangun Indonesia Baru lewat Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dituangkan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Melalui Repelita I sampai Repelita V, Indonesia beroleh kemajuan yang luar biasa. Berhasil mewujudkan swasembada pangan, pada saat yang sama bermetamorposis menjadi negara industri.

Di era orde baru, keamanan relatif terjaga dengan baik. Penembakan misterius (Petrus) digunakan sebagai jalan pemberatasan premanisne. Premanisme jalanan bisa ditekan sampai titik minimal, meski premanisme politik dan premanisme ekonomi tetap dirawat.

Premanisme politik dan premanisme ekonomi melahirkan oligarki. Golkar, yang tidak mengakui dirinya sebagai parpol menjadi mesin politik penguasa. Sementara dua partai hasil fusi yaitu PPP dan PDI hanyalah penghias belaka. 

Pemilu hanyalah ajang formalitas untuk memperkokoh Soeharto. Dalam pencoblosan akan dengan sangat mudah diketahui siapa saja dalam suatu TPS yang tidak mencoblos Golkar. Asas LUBER (Langsung Umum dan Bebas Rahasia) hanya menjadi slogan kosong.

Premanisme ekonomi telah melahirkan konglomerasi yang sebagian besar dikuasai oleh lingkaran besar istana. Konglomerasi yang kemudian juga menjadi benteng yang kokoh untuk kekuasaan Soeharto.

Era Orde Baru bukanlah era keterbukaan. Era yang tidak memberikan kenyamanan bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi, meski hal itu merupakan amanat Konsitusi UUD 45. Pembreidelan Tempo dan Detik adalah salah satu contoh buruknya kebebasan berpendapat.

Dunia Kampus dipinggirkan dengan Program NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus). Mahasiswa dan akademisi diminta fokus kepada aktifitas pembelajaran. Para penandatangan Petisi 50 yang sebagian diantaranya adalah jenderal-jenderal vokal, dikucilkan dan diawasi gerak-geriknya selama 24 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun