Mohon tunggu...
Kang Suhandi
Kang Suhandi Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di Bogor

Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aturan Adzan, Mengatur yang (Sudah Lama) Teratur

18 Februari 2018   16:46 Diperbarui: 18 Februari 2018   17:21 1833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adzan bagi umat Islam adalah syiar agama. Dengan adzan menjadikan pemeluk agama Islam memiliki ketenangan dalam menjalankan ajaran agamanya, terutama shalat. Kumandang adzan adalah kalimat yang senantiasa dinantikan kehadirannya guna mengingatkan waktu shalat.

Sejak kecil suara adzan tak pernah hilang dari peredarannya di bumi nusantara ini. Sungguh sebuah kedamaian bagi kami muslim Indonesia, karena hampir seluruh wilayah negeri yang kami cintai ini tak sulit menemukan dan mendengar kumandang adzan di waktu-waktu shalat.

Bila dibandingkan dengan keberadaan kami saat berkunjung ke beberapa negara tetangga, yang terkadang sulit mengetahui waktu masuknya shalat, maka Indonesia adalah negeri yang dari dulu terasa damai dan tenteram dengan kumandang adzan yang diperdengarkan setiap waktu shalat.

Adzan dan Kultur (Muslim) Indonesia

Dari zaman dulu sampai sekarang, kami merasakan tidak ada masalah yang berarti dalam menyikapi keberadaan kumandang adzan termasuk bacaan-bacaan pengantar sebelum adzan itu sendiri, seperti halnya pembacaan murottal Al-Qur'an dan shalawat melalui pengeras suara.

Bahkan, kami yang saat ini tinggal di dekat komplek TNI-AU di kawasan Bogor, pembacaan murottal yang diperdengarkan melalui pengeras suara masjid sebelum kumandang adzan shubuh tak menjadi masalah, di tengah keberagaman keagamaan masyarakat sekitar.

Mengapa kondisi ini tidak menjadi masalah yang begitu berarti? Tidak menjadi isu intoleransi? Kami yakin, masyarakat kita sesungguhnya sudah jauh lebih dewasa untuh hal-hal seperti ini.

Tolerasi keberagamaan yang sudah mengkultur dan membudaya kuat dalam diri setiap warga dan penganut agama. Bagi kami sebagai umat Islam, inilah sebuah kedewasaan beragama, termasuk kedewasaan berbangsa dan bernegara.

Mengatur Kumandang Adzan, Untuk Apa dan Untuk Siapa?

Masyarakan muslim Indonesia, akhir-akhir ini terhenyak dengan wacana pengaturan adzan di masjid. Bahkan di beberapa media sudah diliris peraturan dari Kementerian Agama perihal adzan tersebut.

Sesuatu yang sudah berjalan dengan baik, menjadi kultur dan budaya bangsa dan secara umum tidak ada masalah dalam pelaksanaannya, kemudian tiba-tiba muncul wacana dan aturan yang terkesan mengada-ada dan membuat rumit sesuatu yang sebenarnya biasa. Maka pertanyaannya, ini ada apa? Atau ini aturan (pesanan) siapa?

Memang, toleransi itu hubungan dua arah, baik mayoritas juga minoritas. Akan tetapi masyarakan yang sudah dewasa ini pasti akan mampu menempatkan posisinya masing-masing. Jangan sampai tujuan membangun toleransi dengan cara-cara yang intoleran.

Apakah suara adzan mengganggu? Pertanyaan ini memang sangat subyektif. Dengan kultur bangsa Indonesia yang agamis dan perjalanan hidup kami dari dulu merasakan tidak ada hal yang berarti dengan suara adzan sampai-sampai dikatakan mengusik ketenangan seseorang. Ketidaknyaman yang dirasakan hanya bersuber dari ketidakpahaman kultur dan budaya bangsa serta sentimen keberagamaan seseorang.

***

Saya berpendapat bukan tidak boleh ada aturan terkait kumandang adzan. Itu hal yang lumrah, karena sampai saat ini pun tetap kumandang adzan yang menggunakan pengeras suara memperhatikan aspek-aspek kelayakan, etika dan menghormati masyarakat lainnya.

Akan tetapi, tidak harus disikapi secara berlebihan sampai pengetatan aturan kumandang adzan yang justru akan membuat kehidupan keberagamaan semakin kaku dan tegang.

Mengapa? Karena kita negara yang luas dengan karakter wilayah yang khas. Bisa jadi cocok di satu wilayah dan tidak cocok di wilayah lain. Sehingga, serahkan sajalah kepada masyarakat, dalam hal ini pemuka agama Islam yang saya yakin akan mampu mengkondisikan.

Adzan adalah identitas umat dan juga identitas negara Indonesia yang agamis. Jangan sampai keberagamaan bangsa ini jadi tercabik-cabik dengan aturan yang bersifat emosional, reaktif dan mengganggu toleransi yang sudah dibangun sedemikian lama dan menjadi identitas bangsa dan negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun