Mohon tunggu...
MUSHOFA
MUSHOFA Mohon Tunggu... Guru - KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Hobby Baca Buku-Buku Islami Klasik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Seorang Profesor

9 Desember 2022   16:30 Diperbarui: 9 Desember 2022   16:31 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pri

Belajar Dari Sang Profesor

Ketika bangun Subuh, Senin 18 Oktober 2021, sambil melihat jam sekaligus membuka ratusan pesan watshap yang sudah menumpuk, ternyata ada satu pesan dari teman saya berupa foto bahwa beliau telah wafat. Sontak saya terkejut dan hanya bisa duduk terdiam, karena saya merasa kehilangan sosok yang luar biasa yang sekaligus waktu itu menjadi pembimbing pribadi saya, dalam pendampingan penyelesaian program pasca sarjana. Dengan pelan saya mengucapkan "Innalilahi wainnailaihi Raji'un". Selamat jalan wahai Guruku, selamat jalan sosok sabar na bijak sana. Sebenarnya kami ingin selalu bersamamu, namun Allah lebih mencintaimu, sehingga Ia mengambil mu dari diriku dimana kami masih sangat membutuhkan fatwa-fatwa mu. Tapi saya yakin setiap keputusan Allah pastilah yang terbaik, karena Ia maha bijaksana.

Ketika kita ditinggal orang-orang yang tercinta, orang yang menjadi inspirasi, orang yang mempunyai reputasi baik, rasanya kita tidak terima, dan hati kecil ini sering berbisik "bahwa Tuhan tak adil, kenapa orang-orang baik lebih cepat diambil". Tapi apalah daya diri ini hanya manusia yang tak berdaya, semua kekuasaan ada di genggaman-Nya. Semua berasal dari-Nya dan pasti akan kembali kepada-Nya. Akhirnya ku ikhlasnya kepergiannta denganiringan do'a "semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal kebaikannya".

Ku coba ingat, memang sudah tiga pekan ini beliau tidak masuk dalam kelas kami dikarenakan sakit. Saat masuk terlihat diraut wajahnya ada tanda-tanda letih dan pucat, saat menyampaikan materi sering disertai batuk dan tersedak. Hatiku bergumam "kayaknya beliau sakit", namun diriku tak berani menegurnya. Diriku hanya diam. Pada semester 2 kemarin beliau membimbing kami tentang "Konseling Sufistik" yakni bimbingan konseling dengan mengetengahkan teori-teori sufi. Saat itu aku masih ingat, saya mendapat bagian menjelas tentang "Konseling Sufistiknya Ibn Atha'illah As-Sakandari" dan saya saat itu fokus pada kajian kitab "Hikam" yang memang menjadi karya agungnya As-Sakandari. Nampaknya beliau puas dengan hasil kajian saya. Buktinya saya diberi hadiah nilai A+ padahal jumlah SKS nya enam.

Pada semester berikutnya beliau membimbing kami "Akhlak dan Suluk". Sesuai materinya, kayaknya sangat pas jika materi itu diampu oleh beliau. Karena dilihat materinya sangat berat, seorang guru harus bisa mengenjawantahkan akhlak dalam dirinya sehingga dalam materi ini sebenarnya tidak perlu banyak materi tetapi suri teladan yang baik agar bisa ditiru langsung oleh muridnya. Saat itu saya mendapat tugas menjelaskan "Akhlak dalam Prespektif Al-Ghazali", saya serius meneliti kitab-kitab Sang Master Sufi tersebut, terutama kitab Magnumnya "Ihya' Ulumuddin", alhamdulillah tugas bisa saya selesaikan dengan baik dan berhasil saya presentasikan di hadapannya, nampaknya beliau juga senang, akhrinya saya juga diberi nilai yang sangat istimewa.

Beliau adalah sosok guru yang tenang pembawaannya, bicaranya pelan dan jelas, sehingga dapat diterima dengan jelas oleh murid-muridnya. Setiap kalam yang keluar dari dirinya semuanya mengandung mutiara hikmah. Ada beberapa pandangan beliau dalam ketasawufan yang sempat saya catat selama beristifadah ilmu tasawuf dengan beliau, diantaranya adalah:

  • Sufi itu pekerjaan wilayahnya adalah hati. Hati itu makanannya adalah ma'rifatullah. Ma'rifat itu hadir ke dalam hati yang bersih. Hati yang kotor tidak akan bisa makrifat.
  • Bagi beliau, seseorang tidak bisa mencapai maqam ma'rifat jika kotor hatinya. Maka tugas seorang salik harus membersihkan kotoran-kotoran hati seperti riya', sombong, iri, sum'ah, dendam dan lain-lain.
  • Thoriqoh adalah anak kandung Tasawuf. Menurut beliau, menjadi sufi itu sangat sulit jika tidak melalui thoriqah. Walaupun tidak harus berthoriqah. Saya sendiri menganalogikan jika kita mau mencari mutiara di lautan, itu akan lebih mudah jika kita naik perahu yang dinahkodai oleh supir yang profesional. Mutiara disini adalah ilmu hakikat, lautan adalah ma'rifat, nahkoda adalah Mursyid, dan perahunya adalah thariqah.
  • Ketika menjelaskan akhlak beliau mengatakan "prestasi seseorang itu dilihat dari akhlaknya". Lihat Rasulullah! Berhasil dalam dakwahnya karena Budi akhlaknya. Menurut beliau sumber akhlak seseorang itu adalah kebersihan hati, jika hati bersih akan memantulkan cahaya, nah cahaya itulah akhlak yang baik.

Sekian saja, sebenarnya ini cuma sebagian kecil dari sekian banyak ilmu yang beliau curahkan kepada kami. Saya ingin mengenang dan dan bersaksi bahwa beliau adalah orang baik. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal kebaikannya.

Selamat jalan wahai guruku "Prof. Asmaran".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun