Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjuangan Santri Sepanjang Surabaya Malang 1945-1949

8 November 2018   12:18 Diperbarui: 11 November 2018   20:32 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Menurut kamus besar bahasa Indonesia santri adalah orang yang mendalami agama Islam. Syarat pokok untuk mendalami agama Islam yaitu patuh pada kyai. Kepatuhannya pada seorang kyai yang diyakini akan menjadikan ilmunya bermanfaat. Pada masa perang revolusi kontribusi santri dalam melakukan perlawanan sangatlah besar.

Santri dan kyai seperti dua sisi mata uang. Keduanya tidak terpisahkan. Seorang kyai lebih mumpuni dari segi usia, kedalaman ilmu serta kematangan berpikir, sehingga santri akan sami'na wa ato'na (mendengar dan taat) pada perintah kyai. Ketaatan santri akan berpengaruh pada kehidupan dunia dan kehidupan setelah kematian. Ketika kyai memerintahkan santri terlibat langsung pada perjuangan fisik melawan penjajah, santri tidak akan banyak bertanya, melainkan langsung patuh.

Pembentukan Laskar

Jepang sejak awal pendudukannya di Asia Tenggara sudah merencanakan pembentukan satuan tentara cadangan dari penduduk pribumi yang berada di bawah kekuasaannya. 

Kebijakan itu tercantum dalam rencana induk yang dikeluarkan oleh Markas Besar Tertinggi Angakatan Darat di Tokyo. Intruksi itu kemudian dipertegas oleh Kementerian Angkatan Darat Jepang pada April 1942. Tetapi implementasi pembentukan tentara cadangan itu di tunda, karena Jepang mengalami kemenangan di pertempuran-pertempuran penting.

Keadaan berubah ketika Jepang mengalami kekalahan dalam berbagai pertempuran melawan sekutu pada awal 1943. Pembentukan tentara cadangan yang berasal dari penduduk pribumi tidak bisa di tunda-tunda.

Pimpinan Tentara Jepang mengusulkan kepada KH. A. Wahid Hasyim sebagai ketua muda Masyumi agar para santri dilatih dan diangkat menjadi pasukan tentara Jepang. KH. A. Wahid Hasyim  menolak usul itu. KH. A. Wahid Hasyim mengusulkan terhadap pemerintah Jepang agar para santri di latih menjadi pasukan bela diri atau Kaikyo Saien Teishintai (Hizbullah).

Pada 15 Desember 1944 Ini menjadi babak baru sejarah perang modern di indonesia. Karena para santri yang tergabung dalam Hizbullah di latih langsung oleh tentara jepang, yang telah terbukti berpengalam mengalahkan armada Uni Soviet di Port Arthur di teluk Tchusima.

Pelatihan pertama di ikuti 500 peserta dilaksanakan di Cibarusa Bogor selama 3 bulan. Peserta pelatihan berasal dari perwakilan pondok pesantren di Jawa dan Madura. Setelah pelatihan semua peserta berangkulan dan saling mengucap " selamat berpisah kita bertemu lagi di surga". Ini membuktikan kebulatan tekat laskar Hizbullah untuk berjuang sampai mati.

Setelah selesai melakukan pelatihan yang berat, peserta hasil pelatihan melakukan hal serupa di daerah masing masing, membentuk satuan-satuan paramiliter. Para kyai dan alumni pelathan Hizbullah membentuk pelatihan serupa di daerah yang kemudian di sebut Sabilillah. 

Secara struktural Laskar Sabilillah ini berada dalam naungan Departemen Pembelaan Partai, yang pada waktu itu diketuai oleh K.H Masjkur dan beliau sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Barisan atau Laskar Sabilillah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun