Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tayub, Kesenian yang Terpinggirkan

21 Mei 2018   11:18 Diperbarui: 21 Mei 2018   11:39 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: travel.kompas.com

Terakhir saya mendengar ada pagelaran Tayub sekitar 25 tahun lalu ketika saya kelas 5  SD. Sangat ingat saat itu, karena teman ngaji saya tidak masuk ngaji karena lagi di sunat. Hajatan sunat itu menghadirkan hiburan Tayub. 

Dalam undangannya turut mengundang Kepala desa, koramil, kapolsek, dan camat. Lama sekali tidak mendengar pagelaran tayub, bahkan kosakata tayub pun sudah tidak pernah dengar.

Seminggu sebelum puasa. Penulis yang mempunyai usaha bergerak di usaha makanan ternak mengirim barang kepada distributor di daerah Tulungagung. Pak imam nama distributor Tulungagung itu. 

Kami janjian bertemu di Desa Ngantru Tulungagung. Salah satu alasan kenapa tidak di antarkan ke tempat distributor tersebut karena lokasinya yang berada di bukit di Kecamatan Sendang. Lokasi perbukitan di Kecamatan Sendang itu jika di Malang mungkin seperti di Desa Taji Kecamatan Jabung.  Di sisi kanan kiri jurang menganga. Mengirim barang dengan tempat ketemuan di Desa Ngantru itu sudah berjalan hampir 5 tahun.

Beliau siap menjemput barang pada hari sabtu. Kebetulan saya sabtu ada acara di sekolah anak. Saya menawarkan untuk transaksi pada hari minggu, senin atau selasa. Beliau mengatakan bisanya hari jumat. Itupun waktunya pendek. Karena, minggu sampai kamis tidak bisa, jalan di tutup sebab di desa warga banyak yang mengadakan acara tayuban.

25 tahun baru dengar lagi

Penulis kaget ketika teman usaha mengatakan di Tulungagung kesenian tayub masih ramai. di Malang kesenian tayub lama sekali tidak mendengar. Penulis mencoba browsing lewat Youtube tayub Malang ternyata masih ada, di poskan 1 tahun lalu, itupun di daerah pinggiran di kecamatan Ngantang.

Penulis sempat korespondensi dengan Sekretaris Dewan Kesenian Tulungagung, bapak muslih. Tayub memang sudah jarang di tampilkan di daerah kota. Di daerah pinggiran Kesenian tayub masih ramai.

Membahas tayub memang tidak bisa lepas dari imej negatif di masyarakat. Persepsi di masyatakat kesenian tayub tidak lepas dengan tradisi minuman keras  dan persaingan perebutan sinden.

SEJARAH TAYUB

Menurut R.M. Soedarsono tayub mempunyai tiga fungsi utama (primer) yaitu sebagai sarana upacara (ritual), hiburan dan tontonan. Sebagai ritual tayub sebagai ungkapan rasa syukur atas keberlimpahan hasil panen. 

Tayub berasal dari bahasa jawa yang berarti " di tata kareben guyub" (di atur biar tercipta kerukunan). Nilai dasarnya adalah kekompakan antara penari, penabuh gamelan dan pembawa acara (pramugari)

Kesenian tayub sudah ada sejak kerajaan Singosari. Kesenian ini sebagai syukuran atas kemenangan perang, kenaikan jabatan atau panen yang melimpah. Cerita tayub bermula dari cerita kedewataan yakni dewi-dewi yang menari berjajar dengan rancak dan guyub.

Pada zaman penjajahan Belanda kesenian tayub di belokkan menjadi tradisi minum-minuman keras dan berfoya-foya. Kesenian tayub hanya di peruntukkan untuk orang Belanda dan orang pribumi yang menjadi kaki tangan Belanda.

 Imej negative masyarakat semakin menjadi-jadi ketika penari pria (penonton) menyawer (memasukkan) uang ke pakaian dalam penari perempuan. Seringkali juga timbul desas-desus perselingkuhan antara penonton dan waranggono.  

Sebagai wawasan,untuk pembaca beberapa perangkat pertunjukan Tayub yaitu: pertama, Pengarih atau pramugari. Perangkat tayub ini bertugas mengatur jalannya pertunjukan. Dia juga yang berhak melerai jika terjadi perkelahian. 

Kedua, waranggono atau sindir. Perangkat tayub ini bertugas memberi sampur kepada tamu. Waranggono harus mempunyai paras cantik, luwes, pintar menari dan menyanyi. Ketiga, Penayub atau pengibing.Penayub adalah tamu yang di beri kehormatan untuk menari  bersama waranggono. Keempat. Pengrawit gamelan. Perangkat ini bertugas menabuh gamelan yang mengiringi kesenian tayub.

Perlukah Kesenian Tayub di lestarikan?

Seperti yang penulis jelaskan di atas. Kesenian tayub sebenarnya adalah kebudayaan luhur dari jaman kerajaan Singosari. Ketika era Walisongo kesenian tayub juga di beri muatan moral yang mendidik masyarakat. Menurut Fathurrahman dosen budaya Jawa  IAIN Tulungagung. Kesenian tayub harus di lestarikan karena sebenarnya banyak nilai moral yang ada di dalamnya.

Pemerintah menurut Fathurrahman harus segera merevitalisasi kesenian Tayub ini, jika tidak ingin kesenian tayub benar-benar hilang. Perlu mencontoh Provinsi DI Jogjakarta yang menganggarkan dana khusus merawat tradisi-tradisi jawa di Jogjakarta.

Jika di biarkan apa adanya, kesenian yang masih ada di daerah pinggiran itu akan semakin terpinggirkan dan akhirnya punah. Mengenai imej negative masyarakat bisa di diubah dengan membuat pertunjukan tayub yang sesuai dengan pakem sebenarnya.

Salam budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun