Bangunan depan Pendopo Kabupaten Malang sebelah kiri pada medio 2008-2010 sering kami kunjungi. Bukan untuk bersantai dan kongkow, tapi sebagai tempat kumpul sebelum menghadap bupati Malang. Cukup strategis sebenarnya. Tapi jarang sekali orang menghiraukan. Dulu bangunan ini sebagai galeri, tempat memajang  hasil kerajinan UKM di Kabupaten Malang. Galeri hampir sama dengan museum, hanya orang tertentu saja yang berminat untuk masuk. Tidak untuk kami, bangunan yang sepi cocok untuk koordinasi dan mengecek administrasi.
Hari ini romantisme itu berulang. Bukan dalam rangka audiensi dengan bupati, tapi dalam rangka menikmati kopi dengan teman yang dulu bersama menghadap bupati yang sekarang menjadi ibu bagi 2 anakku. Ya, semenjak awal Januari 2018 tempat itu di rubah menjadi tempat ngopi yang lebih hidup bernama Rumah Kopi Ampstirdam.
      Apa di benak anda ketika di sebutkan kata Ampstirdam?
Pasti langsung menuju ke sebuah kota di Negara Belanda, tempat dengan bangunan klasik, tinggi daratannya di bawah permukaan air laut, yang kotanya di belah kanal-kanal yang di lalui kapal kecil. Kincir angin tertanam di beberapa tempat. Kota itu menjadi pusat pemerintahan sebuah negara yang tiga setengah  abad hasil kopi dari nusantara di angkut kesana. Hampir mirip, tapi tidak sama. Kota itu bernama Amsterdam, ibukota Negara Belanda.
 Ampstirdam nama rumah kopi itu adalah kependekan dari Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo, Dampit. Keempat kecamatan di Kabupaten Malang itu memang sentra perkebunan kopi yang sudah mendunia. Rumah Kopi Ampstirdam selain menyajikan kopi dari 4 daerah itu juga ada kopi toraja, kopi bali dan kopi daerah lainnya.
Menu unggulan Rumah Kopi Amstirdam adalah Es Kopi Senja . Sajian istimewa yang mengingatkan pada suatu masa yang lampau. Segelas kopi yang di hasilkan dari 6,5 gram kopi Arabica dan 6,5 gram kopi robusta di padukan dengan 30 ml gula merah, 140 ml susu dan beberapa buah es. Manis, asam, asin berpadu dengan gurihnya susu. Sensasi ketika meminumnya seperti balik beberapa tahun ke belakang, saat masih kecil menyusuri perkebunan kopi di Malang Selatan sambil mencecap manisnya gulali. Es kopi senja dibanderol 25 ribu, harga itu sepertinya terbayar lunas dengan kenikmatan sajian kopi.
 Ketika penulis berkunjung ke rumah kopi ini, langsung di sambut oleh barista yang paling berpengalaman, mas Reo. Ada 2 barista lainnya yang bertugas siang itu Ali dan Sanya.  Ketiganya seperti  mewakili gairah Rumah Kopi Ampstirdam, muda, enerjik, intelek dan fashionable.
Dibawah pengelolahan Dinas Pariwisata Kabupaten Malang cukup bisa di maklumi jika Rumah Kopi Ampstirdam langsung bisa menyesuaikan dengan persaingan kedai kopi di Malang. Untuk sebuah tempat tongkrongan baru, tempat ini sudah sangat lengkap. Baru menginjakkan kaki di pintu gerbang terdapat tulisan promosi yang bersentuhan dengan hal privat dari pengunjung.Â
Untuk pengunjung yang ulang tahun di bulan April gratis hotMatcha Latte, Hanya menunjukkan KTP. Kebetulan saya sehari sebelumnya ulang tahun. Lengkap sudah kejutan Rumah Kopi Amstirdam mempermainkan romantisme waktu.
Ingin menonton artis pujaan, tinggal menyeberang terdapat bioskop Mandala 21. Jika dari luar kota dirasa pakaian perlu ganti di sisi kanan bioskop terdapat swalayan MITRA . Jika ingin makanan berat di sisi kiri juga berderet rumah makan kuliner nusantara. 100 meter di sisi kanan terdapat alun-alun kota Malang dengan bangunan-bangunan warisan kolonial yang masih terjaga.