Mohon tunggu...
Nur Azis
Nur Azis Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang waktu

Bercerita dalam ruang imajinasi tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Genting yang Bocor

3 November 2019   20:30 Diperbarui: 4 November 2019   01:34 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/congerdesign

Mak Darmi, memang mudah sekali terbawa emosi. Apalagi jika sudah membahas tentang renovasi rumah. Baginya, itu lah satu-satunya peninggalan yang dia miliki. Siapa pun yang akan menempatinya, entah itu Malika dengan istrinya kelak, harus bisa menerima kondisi rumah yang seadanya.

Dengan cara itu, baginya, calon penghuni rumah kelak, juga akan mau menerima dirinya apa adanya. 

Di masa tuanya, Mak Darmi sangat khawatir. Jika nantinya, Malika, seperti putra-putrinya yang lain, akan pergi meninggalkannya sendiri. Tak mau tinggal dan mengurus dirinya yang sudah renta, dan pasti akan sangat merepotkan.

Ke empat putra-putrinya yang lain, sekarang tinggal di luar kota. Bahkan ada yang sampai di luar pulau. Mereka hidup sejahtera sebagai sebuah keluarga. 

Memiliki pekerjaan yang mapan, dengan penghasilan yang bisa dibilang lebih dari cukup. Namun demikian, mereka sangat jarang mengunjungi Mak Darmi.

Padahal, perempuan itu sangat rindu. Bagaimana, dulu, sewaktu kecil. Mereka kumpul bersama di rumah ini. Makan yang serba seadanya, selalu dibagi rata.

Masih teringat jelas oleh Mak Darmi, saat suaminya menasihati anak-anaknya. Untuk jangan melihat pembagian makanan pada piring saudaranya. Suaminya itu selalu menekankan, "Nikmati makanan yang ada di depanmu, itu lah rezekimu!"

Barangkali, putra-putri Mak Darmi yang ada di luar kota, terlampau sibuk dengan pekerjaannya. Mereka bukan karyawan biasa. Mereka adalah karyawan-karyawan dengan jabatan yang tinggi. Tentu sangat sulit, untuk sekadar meluangkan waktu, untuk menjenguk dirinya.

Jika memang berjodoh, apa pun nanti, Lena seharusnya bisa mengerti. Kalaupun tidak, Malika sudah siap, jika harus mencari penggantinya. 

Bukannya tidak mencintai, perempuan yang sudah dipacarinya, hampir dua tahun itu. Tapi ini demi Mak Darmi, orang tua yang telah melahirkan dan membesarkannya dengan kasih dan cinta.

Pada Sabtu malam, sehabis Maghrib, Malika membawa Lena ke rumahnya. Hujan sudah turun sejak sore. Air hujan seperti tak ada lelahnya, bahkan makin deras. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun