Mohon tunggu...
Arif Wibowo
Arif Wibowo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gapura

30 Maret 2019   10:30 Diperbarui: 30 Maret 2019   10:37 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang tak kenal reputasi kewingitan kuburan Ponggok. Sebuah area pemakaman yang cukup luas di desa itu. Aroma mistisnya selalu menyapa siapa saja yang sedang melintasi jalan di depannya. Terutama saat senja menghilang dan malam mulai merayapi hari. Hembusan angin yang datang menjadikan mereka yang melintas tak henti mewiridkan ta'awudz untuk mencegah bulu kuduk meremang.

Pohon-pohon kamboja besar menaungi ratusan atau bahkan mungkin ribuan makam yang beraneka rupa. Ada yang masih berupa gundhukan tanah merah, dengan penanda kayu bertuliskan nama. Batu granit hitam berukir yang lazim disebut kijing, dan adapula kuburan tua bercungkup. Cungkup adalah sebuah bangunan kecil, terbuat dari kayu dengan atap genting yang dibuat untui menaungi makam yang ada di bawahnya. Biasanya digunakan untuk makam para leluhur pendiri kampung. Oh ya, ada juga pohon randu alas, pohon randu besar, yang biasanya jadi tempat pencarian wangsit para dukun dan para penyonji.

Belum ada lampu jalan saat itu, sebab listrik Diesel dari PLTD (Perusahaan Listrik Daerah) baru untuk area pinggir jalan sepanjang jalan Jenar sampai Purwodadi. Jam saat itu menunjukkan pukul 21.00 ketika saya dibonceng bapak untuk menghadiri pengajian dalam rangka Maulud Nabi. Tampak sudah di depan, rumah pak lurah, sohibul bait, sudah dipenuhi orang. Puluhan lampu petromax memancar terang digantung di penyangga tratak yang dipasang.

Tiba-tiba, ketika vespa hendak berbelok ke jalan kecil menuju  rumah pak lurah, pet, semua lampu petromax itu tiba-tiba padam. Keriuhan itu hilang. Bapak seperti kaget, saya turun, menyorotkan senter, dan kemudian mundur, laporan.

"Pak, ini gapura kuburan." kata saya dengan bulu kuduk yang meremang maximal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun