Mohon tunggu...
M. Hafizhuddin
M. Hafizhuddin Mohon Tunggu... Aktor - Kang Apis

Anggota Komunitas Tidur Berdiri di KRL

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mas Latip dan Skripsi Saya yang Tak Pernah Sampai di Tangannya

30 Desember 2019   00:18 Diperbarui: 30 Desember 2019   04:21 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ejaan namanya ada berbagai versi. Entah Moh. Latip, Moh. Latief, atau Latief Muhammad. Saya memanggilnya Mas Latip. (Kompas.com/FB Latief Muhammad)

"Selamat sore, Mas. Jam 6 nanti bisa saya temui di mana?" tanya saya melalui pesan WhatsApp tertanggal 16 Februari 2017 kepada Mas Latip. Hari itu kami sudah janjian bertemu untuk melakukan wawancara.

"Bentara Budaya Jakarta," jawabnya singkat.

Tiga hari sebelumnya saya memperkenalkan diri kepada beliau sebagai mahasiswa tingkat akhir yang tengah melakukan penelitian (skripsi) terhadap salah satu produk Kompascom bernama Visual Interaktif Kompas (VIK).

Lebih spesifiknya, subyek yang saya teliti adalah konten berbayar di VIK yang diurus oleh tim content marketing Kompascom. Mas Latip lah bosnya di situ.

Oh ya, ejaan namanya ada berbagai versi. Entah Moh. Latip, Moh. Latief, atau Latief Muhammad. Saat saya bertanya nama lengkap dan jabatannya untuk keperluan surat pengantar wawancara, jawaban beliau sih, "Moh. Latip, content marketing".

Saking banyak yang mengenal ia, nama panggilannya juga banyak. Bahkan sebenarnya ejaan nama dia pun belum tentu semua orang tahu mana yang benar. - Sri Noviyanti (Kompas.com, Kong Latip dalam Kenangan dan Nasi Liwet Terakhir...)

**
Hujan di Kota Bogor dan jadwal KRL saat itu yang tidak tepat waktu membuat saya telat sejam dari waktu yang sudah ditentukan (huh, alasan saja ini sih). Lokasi pertemuan pun dipindah ke Gedung Kompas Palmerah Selatan lantai 5, ruang kerjanya.

Mas Latip menyambut saya dengan ramah. Sebelumnya saya sempat menerka bahwa proses wawancara kami akan berjalan kaku dan lempeng. Namun nyatanya sangat cair. Secara gamblang ia menjelaskan hal-hal yang saya butuhkan dan perlu saya ketahui.

Gaya bicaranya ceplas-ceplos, bisa dibilang "Betawi banget". Kerabat dekatnya bahkan memanggil dengan sebutan Kong Latip. Wawancara saya dengan beliau berjalan lancar meski waktunya tak banyak. Saya dipersilakan menghubunginya lagi jika butuh informasi tambahan.

Sebelum melepas saya pulang setelah sesi wawancara hari itu, Mas Latip tiba-tiba bilang, "Mau foto gak di situ (di ruang tunggu yang ada logo Kompas.com-nya)? Nanti siapa tahu jadi kerja di sini."

"Eh iya, boleh deh, Mas," jawab saya malu-malu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun